Kamis, 29 Maret 2012

Source and use of fund


Dalam manajemen dana bank saya ingin membahas dasar-dasar perbankan yang menceritakan tentang  perputaran dana dalam dunia perbankan. Dari tulisan saya sebelumnya mengenai fungsi-fungsi bank dapat di simpulkan bahwa bank sebagai tempat transitnya dana yang berasal dari masyarakat (source of fund) dan dialirkan lagi ke masyarakat (use of fund) yang dimanfaatkan oleh lembaga bank untuk menghasilkan keuntungan.

Sumber dana (source of fund) bank terdiri dari :
·         Transaksi deposit
·         Tabungan deposito
·         Deposito berjangka
·         Surat berharga pasar uang
·         Obligasi
·         Modal bank
·         Giro
·         Dll

Pengguna dana (use of fund) terdiri dari :
·         Kas
·         Pin jaman nasabah
·         Saham Treasuries
·         Pinjaman berjangka
·         Kredit modal kerja
·         SBI
·         Dll

Source of Fund berfungsi sebagai sumber dana yang diambil dari masyarakat yang surplus yang berasal dari demand deposit, saving deposit, time deposit, dan equity. Dimana dana tersebut akan disalurkan ke berbagai macam aspek sehingga dapat bermanfaat dan bank memperoleh keuntungan dari kegiatan operasional. Bank harus memiliki modal, untuk mengcover resiko yang mungkin di timbulkan dari kegiatan Use of Fund. Tetapi bank tidak boleh bergantung pada sumber dana yang diperoleh dari masyarakat surplus untuk menjalankan sistem operasi keuangannya. Karena jika sebuah bank hanya bergantung pada sumber dana yang diperoleh dari masyarakat maka sulit bagi bank tersebut untuk bisa mempertahankan eksistensinya.





Jumat, 16 Maret 2012

Pengertian, Fungsi dan Jenis Bank


Menurut Undang-undang Perbankan nomor 10 tahun 1998, bank adalah badan usaha yang menghimpun  dana ari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak.  Fungsi perbankan Indonesia untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan ekonomi, dan stabilitas nasional kearah peningkatan kesejahteraan rakyat banyak. Tidak hanya itu, bank juga berfungsi untuk memberikan kredit pada orang atau badan usaha yang membutuhkan uang. Dalam hal ini pemberian kredit ditujukan pada kegiatan-kegiatan produksi bukan untuk keperluan yang konsumtif. Disamping bantuan bank yang bersifat pinjaman kepada pengusaha, bank juga ikut berpartisipasi dalam permodalan perusahaan, dengan jalan membeli saham-saham perusahaan yang membutuhkan modal. Bank juga dapat menarik uang dari masyarakat yang dapat menyimpan uang yang tidak atau belum dipergunakan, dalam bentuk rekening koran, giro, deposito berjangka, tabanas, taska dan lain-lain. Selain itu, bank dapat memberikan jasa dalam bidang lalu lintas pembayaran dan peredaran uang.  Jasa ini dapat berbentuk pengeluaran cek, pengiriman uang, membeli dan menjual wesel, dan sebagai tukar menukar valuta asing.

Adapun jenis bank berdasarkan fungsinya menurut UU Pokok Perbankan nomor 7 tahun 1992 yang ditegaskan lagi dengan adalah Undang-Undang RI Nomor 10 tahun 1998 adalah Bank Umum dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR).

Bank umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan adalah umum dan dapat memberikan seluruh jasa perbankan yang ada.

Bank Perkreditan Rakyat (BPR) adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.

Dari definisi tersebut, maka pada dasarnya kegiatan usaha bank dapat dibedakan sebagai berikut :

Sisi kewajiban dan equitas, adalah kegiatan melakukan penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, tabungan, deposito berjangka, sertifikat deposito, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu.
Sisi aktiva, adalah kegiatan usaha yang berhubungan dengan penggunaan atau pengalokasian dana terutama dimaksudkan untuk mempeoleh keuntungan.
Sisi jasa-jasa, adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemberian jasa-jasa dalam mekanisme pelayanan kepada nasabah.



Kamis, 08 Maret 2012

Proposal Riset


TEORI EKONOMI II

Mengacu pada journal

An Analysis Of The Role Of Relational Assets From A Resource-Based View: The Case Of The Failure Of Wireless Local Loop Providers In France
Sebuah Analisis Peran Aset Relasional Dari Pandangan Berbasis Sumber Daya: Kasus Dari Kegagalan Dari Penyedia Wireless Local Loop Di Perancis

Dan

Business Environment and Comparative Advantage in Africa: Evidence from the Investment Climate Data
Lingkungan Bisnis dan Keunggulan Komparatif di Afrika: Fakta dari Data Iklim Investasi


JUDUL

Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Di Dunia Teknologi Pada Negara Berkembang dan Industri

LATAR BELAKANG

Konsep tradisional keunggulan komparatif adalah sebuah pendekatan untuk perdagangan internasional hubungan dengan spesialisasi berdasarkan sumbangan sumber daya nasional. Dengan demikian, sejak negara-negara Afrika yang kaya sumber daya alam dan lahan pertanian yang cukup, ekonomi mereka mengkhususkan diri dalam produksi dan ekspor komoditas - produk pertanian dan mineral. Sebaliknya, negara-negara industri, seperti Perancis memiliki perbandingan keunggulan dalam sumber daya modal (baik keuangan dan modal manusia) maka spesialisasi dalam proses industrialisasi yang diperlukan untuk mengubah komoditas ke pengguna akhir produk. Teknologi dianggap sebagai faktor yang diberikan dengan tidak berdampak langsung pada hubungan perdagangan. Dalam pendekatan keunggulan kompetitif, faktor penentu dalam hubungan perdagangan internasional adalah teknologi. Pada tingkat mikro, perusahaan dapat menciptakan keunggulan kompetitif atas perushaan lain melalui inovasi yang mengarah ke cara yang lebih baik dalam melakukan sesuatu pada setiap tingkat siklus produk dan pasokan rantai nilai - pemasaran, transformasi produk, keuangan dan manajemen. Dalam pasar global, persaingan juga terjadi antara negara dan tergantung pada dunia kompetitif nasional yang mengangkat daya saing perusahaan.
Dalam penelitian ini, peneliti mengobservasi pengaruh teknologi terhadap perkembangan ekonomi negara berkembang di Afrika. Sedangkan pada negara industri, peneliti mengambil fenomena kegagalan WLL (Wireless Local Loop) yang ada di Prancis.

RUMUSAN MASALAH

Dalam penelitian ini peneliti mencoba merumuskan persoalan dalam bentuk pertanyaan:
1.      Bagaimana pengaruh teknologi terhadap perkembangan negara berkembang khususnya di Afrika?
2.      Bagaimana pengaruh teknologi terhadap perkembangan negara industri khususnya di Perancis?
3.      Seberapa besarkah pengaruh Iklim Usaha terhadap perkembangan perusahaan di Afrika?
4.      Apakah upaya yang dilakukan oleh perusahaan WLL di Perancis agar tidak mengalami kegagalan?

BATASAN MASALAH

Mengingat begitu luasnya ruang lingkup pada penelitian ini, maka peneliti membatasi permasalahan tersebut pada perusahaan-perusahaan dalam  negara berkembang di Afrika dan negara industri seperti Perancis.

TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk
1.      Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keunggulan komparatif dan kompetitif di negara berkembang dan negara industri.
2.      Mengetahui dan menganalisis peran teknologi dalam perkembangan ekonomi negara berkembang dan negara industri.
RISET TERDAHULU

Pada penelitian-penelitian yang sudah ada sebelumnya dijelaskan bahwa perubahan teknologi berperan penting dalam mendorong perubahan struktur industri serta mendorong terciptanya industri baru (Harisson dan Samson, 1997) serta Kemajuan teknologi membuat perusahaan harus berpikir untuk terus mengembangkan produk yang dihasilkan karena dengan kecanggihan teknologi akan meningkatkan tuntutan konsumen terhadap kemanfaatan suatu produk (Hurley dan Hutt, 1998). Oleh karena itu, inovasi dan keunggulan teknologi merupakan komponen penting dalam strategi bersaing (Porter, 1985; Scott, 1994; Tellis dan Golder, 1996), seperti yang terjadi dalam kasus kegagalan WLL di Perancis, pengenalan pasar melalui kasus suatu anak perusahaan dari kelompok telekomunikasi AS yang menawarkan layanan WLL untuk UKM disebut ABC. Inovasi dan pengembangan produk atau proses merupakan salah satu prasyarat kunci stratejik, karena perusahaan harus mampu untuk meningkatkan teknologi, pengetahuan, eksploitasi kapasitas dan meraih pasar dari ide tersebut (Friesen dan Miller, 1982; Aldridge dan Swamidas, 1996). Beberapa survei pasar dilakukan dengan sebuah perusahaan konsultan utama untuk meramalkan kebutuhan UKM, menentukan penawaran dan menentukan argumentasi tenaga penjualan.
Sedangkan dalam kasus di Afrika, dengan melihat  dari perspektif ekonomi politik pada prospek reformasi teknologi iklim usaha di Afrika, faktor-faktor yang penting untuk perkembangan  sektor bisnis Afrika adalah adat, minoritas dan investor asing. Yang terakhir ini memiliki produktivitas yang  jauh lebih tinggi dan kecenderungan lebih besar untuk melakukan ekspor, namun  iklim usaha Afrika yang kurang baik dan kecenderungan untuk mengatasi ini dengan bekerja dalam jaringan etnis memperlambatbisnis baru dan dapat menurunkan insentif dari bagian penting dalam komunitas bisnis yang merupakan sebuah tekanan agresif untuk reformasi teknologi ini. Meskipun reformasi teknologi bergerak maju di beberapa negara, ini memperlambat dampak reformasi teknologi dan menimbulkan kemungkinan bahwa negara-negara  menetap menjadi negara yang memiliki keseimbangan produktivitas yang rendah.


METODOLOGI PENELITIAN

Sumber Data

Menggunakan data sekunder dari survei-survei dan jurnal-jurnal yang bersangkutan dengan permasalahan yang dibahas oleh peneliti.

Teknik Pengumpulan Data

Pada artikel ini untuk memperoleh data-data yang di butuhkan, peneliti menggunakan metode kualitatif yang berupa studi kepustakaan, yaitu dengan cara mempelajari buku literatur, media cetak, publikasi elektronik (internet) yang berhubungan dengan serta bacaan lain dengan masalah terkait yang dianggap perlu.

Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini adalah pengaruh teknologi dalam keunggulan komparatif dan kompetitif pada negara berkembang dan industri.


Jumat, 02 Maret 2012

Summary of Journal "Comparative and Competitive Advantages"

Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro

with Prayoga Cahayanda (25210378)


AN ANALYSIS OF THE ROLE OF RELATIONAL ASSETS FROM A RESOURCE-BASED VIEW: THE CASE OF THE FAILURE OF WIRELESS LOCAL LOOP PROVIDERS IN FRANCE

by

Gaël Bonnin, Olivier Segard, Pierre Vialle


Dari jurnal dapat disimpulkan bahwa "local loop" menjadi hambatan di negara Prancis yang menghambat kompetisi dan pengembangan pasar di bidang telekomunikasi, namun untuk mengatasi masalah ini dengan menggunakan WLL (Wireless Local Loop), karena WLL merupakan alternatif yang menjanjikan untuk akses broadbandTetapi pada tahun 2001 WLL mengalami kegagalan.

Dalam hal ini yang sangat berperan penting dalam industri telekomunikasi adalah aset rasional. Disini menunjukkan bahwa daya saing sumber daya harus dinilai pada tingkat segmen pasar, dan tidak pada tingkat dari seluruh pasar. Pengenalan pasar melalui kasus suatu anak perusahaan dari kelompok telekomunikasi AS yang menawarkan layanan WLL untuk UKM disebut ABC. Beberapa survei pasar dilakukan dengan sebuah perusahaan konsultan utama untuk meramalkan kebutuhan UKM, menentukan penawaran dan menentukan argumentasi tenaga penjualan. 

Hasil dari observasi pasar menunjukkan bahwa nilai jasa WLL, diukur dari segi manfaat, secara positif yang dirasakan oleh sekelompok "demanding users". Namun, juga menunjukkan bahwa manfaat ini harus diimbangi dengan atribut yang lebih umum lain yang berkaitan dengan berbasis pasar aset, seperti reputasi, cakupan pasar, hubungan komersial, pengalaman, kemungkinan kehadiran lanjutan di pasar, atau kualitas layanan. Akhirnya, kita menemukan bahwa France Telecom mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari brand image yang lebih baik dari pada perusahaan yang lainnya. Oleh karena itu, salah satu alasan dari kegagalan relatif dari operator WLL adalah bahwa manfaat yang terkait dengan teknologi baru ini tidak bisa menyeimbangkan berbasis pasar aset yang dikembangkan oleh France Telecom dari waktu ke waktu. 



BUSINESS ENVIRONMENT AND COMPARATIVE ADVANTAGE IN AFRICA: EVIDENCE FROM THE INVESTMENT CLIMATE DATA

Zaman dahulu, keunggulan komparatif belum dapat dibuktikan sebagai salah satu alasan kenapa suatu perusahaan dapat mengungguli perusahaan saingannya. Namun, sekarang sudah banyak jurnal-jurnal yang membahas tentang keunggulan komparatif dan dampaknya bagi perusahaan. Jurnal ini membahas Dewasaddmsdafmteori-teori baru yang melihat evolusi dari keunggulan komparatif dipengaruhi oleh iklim bisnis  dan oleh ekonomi eksternal antara kelompok perusahaan yang termasuk ke dalam sektor terkait. Secara makro, dapat diperkirakan bahwa perusahaan-perusahaan Afrika memiliki biaya yang tinggi jika dibandingkan dengan  tingkat pendapatan dan produktivitasnya.

Jurnal ini melakukan observasi terhadap surve World Bank’s Investment Climate Assessments (ICAs) dan survei investment climate (IC) pada level perusahaan di tahun 2000-2004. Jurnal ini membuktikan  pentingnya pengaruh  biaya tidak langsung yang tinggi dan kerugian yang berhubungan dengan lingkungan bisnis dalam menurunnya produktivitas perusahaan Afrika dibanding terhadap perusahaan yang sejenis di negara lain.

Hasil dari observasi menyimpulkan  bahwa dengan melihat  dari perspektif ekonomi politik pada prospek reformasi iklim usaha di Afrika, faktor-faktor yang penting untuk perkembangan  sektor bisnis Afrika adalah adat, minoritas dan investor asing. Yang terakhir ini memiliki produktivitas yang  jauh lebih tinggi dan kecenderungan lebih besar untuk melakukan ekspor, namun  iklim usaha Afrika yang kurang baik dan kecenderungan untuk mengatasi ini dengan bekerja dalam jaringan etnis memperlambat bisnis baru dan dapat menurunkan insentif dari bagian penting dalam komunitas bisnis yang merupakan sebuah tekanan agresif untuk reformasi. Meskipun reformasi bergerak maju di beberapa negara, ini memperlambat dampak reformasi dan menimbulkan kemungkinan bahwa negara-negara  menetap menjadi negara yang memiliki keseimbangan produktivitas yang rendah.  Jurnal diakhiri dengan diskusi dari temuan dalam reformasi untuk meningkatkan daya saing dan diversifikasi perekonomian Afrika
Top of Form


Kamis, 01 Maret 2012

SISTEM PEMILU DI INDONESIA


Demokrasi merupakan bentuk pemerintahan politik yang kekuasaan pemerintahannya berasal dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat baik secara langsung maupun perwakilan. Berbicara soal demokrasi tidak terlepas dari yang namanya kekuasaan, kekusaan yang di landasi oleh nilai-nilai dan etika yang menghargai martabat manusia. Demokrasi pada dasarnya adalah aturan orang dan di dalam sistem demokrasi warga mempunyai hak, kesempatan dan suara yang sama dalam mengatur pemerintahan di dunia publik. Sedangkan demokrasi adalah keputusan berdasarkan suara terbanyak. Salah satu ciri demokrasi adalah  pemilihan umum (pemilu) secara langsung. Pemilu adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat yang di laksanakan secara bebas, rahasia, jurjur dan adil dalam negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Pancasila dan UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.  Pemilu merupakan mekanisme penting dalam sebuah negara, terutama yang menggunakan jenis sistem politik demokrasi liberal. Pemilihan sebuah sistem pemilihan umum perlu disepakati bersama antara partai-partai politik yang terdaftar (yang sudah duduk di parlemen) dengan pemerintah. 
Sebelum dilakukan pembahasan atas sistem pemilu yang pernah di terapkan di Indonesia, ada baiknya dijelaskan sistem pemilu  terlebih dahulu. Sistem pemilu di dunia dibagi menjadi empat, yaitu sistem mayoritas/Pluralitas, sistem proposional, sistem mixed dan sistem other.
Sistem Mayoritas/Pluralitas menghendaki kemenangan partai atau calon legislatif yang memperoleh suara terbanyak. Calon legislatif atau partai dengan suara yang kalah otomatis tersingkir begitu saja. Varian dari sistem Mayoritas/Plularitas adalah First Past The Post, Two Round System, Alternative Vote, Block Vote, dan Party Block Vote.
 Sistem proporsional biasanya diminati di negara-negara dengan sistem kepartaian Plural ataupun multipartai (banyak partai). Meskipun kalah di suatu daerah pemilihan, calon legislatif ataupun partai politik dapat mengakumulasikan suara dari daerah-daerah pemilihan lain, sehingga memenuhi kuota guna mendapatkan kursi. Varian sistem Proporsional adalah Proporsional Daftar dan Single Transverable Vote.
Sistem Mixed (campuran) merupakan pemaduan antara sistem Proporsional dengan Mayoritas/Pluralitas. Kedua sistem pemilu tersebut berjalan secara beriringan. Hal yang diambil adalah ciri-ciri positif dari masing-masing sistem. Varian dari sistem ini adalah Mixed Member Proportional dan Parallel.
Sistem Other/Lainnya adalah sistem-sistem pemilu yang tidak termasuk ke dalam 3 sistem sebelumnya. Varian dari sistem lainnya ini adalah Single No Transferable Vote (SNTV), Limited Vote, dan Borda Count. 
Indonesia telah menyelenggarakan 10 kali pemilihan umum 1955, 1971, 1977, 1982, 1987, 1992, 1997, 1999, 2004 dan 2009. Khususnya untuk pemilihan anggota parlemen, baik pusat maupun daerah yang menggunakan jenis proposional dan distrik. Masing-masing pemilu memiliki karakteristik masing-masing bergantung pada tipe sistem politik yang berlangsung.

Pemilu 1955
Pemilu yang dilangsungkan pada masa revolusi ini  dilaksanakan sebanyak dua kali untuk meilih anggota DPR yang diikuti oleh 29 partai politik dan individu pada tanggal 29 september 1955 serta pada 15 Desember 1955 untuk memilihan anggota dewan konstituante. Pemilu 1955 merupakan pelaksanaan yang sangat menarik karena tingginya kesadaran berkompetisi secara sehat. Misalnya, meskipun yang menjadi calon anggota DPR adalah perdana mentri dan mentri yang sedang memerintah, mereka tidak menggunakan fasilitas negara dan otoritasnya kepaa pejabat bawahan untuk menggiring pemilihan yang menguntungkan partainya. Karena itu sosok pejabat negara tidak dianggap sebagai pesaing yang menakutkan dan akan memenangkan pemilu dengan segala macam cara. Pada akhirnya pemilu DPR memilih 257 anggota DPR sementara Konstituante memilih 514 anggota Konstituante. Pemiluu 1955 dianggap sebagai pemilihan umum yang paling demokratis.

Pemilu 1971
Pemilu 1971 diadakan pada 5 juli 1971. Pemilu ini dilakuakan berdasarkan UU No. 15 Tahun 1969 tentang pemilu dn UU No. 16 tentang Susunan dan Kedudukan MPR< DPR dan DPRD. Pada pemilu ini berbeda dengan pemilu 1955 karena para pejabat negara diharuskan bersikap netral, sedangakan pada pemilu 1955 pejabat negara bisa ikut menjadi calon partai secara formal. Pemilu diadakan di 26 provinsi Indonesia dengan sistem Proposional, yang berarti rakyat pemilih mencoblos tanda gambar partai. Pemilu ini adalah pemilu pertama setelah orde baru dan diikuti oleh 9 partai politik dan 1 organisasi masyarakat.

Pemilu 1977-1997
Pemilu-pemilu berikutnya dilangsungkan pada tahun 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997. Pemilu-pemilu ini diselenggarakan dibawah pemerintahan presiden Soeharto pada masa Orde Baru. Sejak pemilu 1977 peserta yang mengikuti pemiu ini jauh lebih sedikit dari tahun-tahun sebelumnya, ada dua parpol dan satu Golkar. Ini terjadi setelah sebelumnya pemerintah bersama-sama dengan DPR berusaha menyederhanakan jumlah partai dengan membuat UU No. 3 Tahun 1975 tentang Parpol dan Golkar. Jadi dalam 5 kali pemilu yaitu pemilu 1977, 1982, 1987, 1992, dan 1997 pesertanya hanya PPP, Partai Demokrasi Indonesia dan Golkar. Pemilu-pemilu tersebut semuannya dimenangkan oleh Golkar.

Pemilu 1999
Setelah presiden Soeharto digeserkan dari kekuasaannya pada 21 Mei 1998 jabatan presiden digantikan oleh Habibie. Ini merupakan pemilu pertama setelah runtuhnya masa Orde Baru, yaitu pemilu yang dilangsungka pasa tanggan 7 juni 1999 yang diikuti oleh 48 parpol. Pada pemilu 1999 terdapat perbedaan yang sangat menonjol dengan pemilu-pemilu sebeumnya sejak 1971 karena diikuti oleh banyaknya peserta. Ini kemungknan krena adanya kebebasan untuk memndirikan partai politik.
Sebelum menyelenggarakan Pemilu, pemerintahan B.J. Habibie mengajukan 3 rancangan undang-undang selaku dasar hukum dilangsungkannya pemilu 1999, yaitu RUU tentang Partai Politik, RUU tentang Pemilu, dan RUU tentang Susunan dan Kedudukan MPR, DPR, dan DPRD. Ketiga RUU ini diolah oleh Tim 7 yang diketuai Prof. Ryaas Rasyid dari Institut Ilmu Pemerintahan Jakarta. Setelah disetujui DPR, barulah pemilu layak dijalankan.
Dalam sejarah indonesia tercatat, bahwa Habibie menyelenggarakan pemilu setelah 13 bulan sejak ia naik kekuasan, meski persoalan yang dihadapi Indonesia bukan hanya krisis politik tetapi yang lebih parah adalah krisis ekonomi, sosial dan penegakan hukum serta tekanan internasional.

Pemilu 2004
Pemilu 2004 merupakan sejarah tersendiri bagi rakyat Indonesia, sebab pemilu ini merupakan pemilu pertama di mana para peserta dapat memilih langsung presiden dan wakil presiden pilihan mereka.  Pilpres ini dilangsungkan dalam dua putaran, karena tidak ada pasangan calon yang berhasil mendapatkan suara lebih dari 50%. Putaran kedua digunakan untuk memilih presiden yang diwarnai persaingan antara Yudhoyono dan Megawati yang akhirnya dimenangi oleh pasangan Yudhoyono-Jusuf Kala.
Pemilu 2004 menggunakan sistem pemilu yang berbeda-beda, bergantung untuk memilih siapa. Dalam pemilu 2004, rakyat Indonesia memilih presiden, anggota parlemen (DPR, DPRD I, dan DPRD II), serta DPD (Dewan Perwakilan Daerah). Untuk ketiga maksud pemilihan tersebut, terdapat 3 sistem pemilihan yang berbeda. Untuk memilih anggota parlemen, digunakan sistem pemilu Proporsional dengan varian Proporsional Daftar (terbuka). Untuk memilih anggota DPD, digunakan sistem pemilu Lainnya, yaitu Single Non Transverable Vote (SNTV). Sementara untuk memilih presiden, digunakan sistem pemilihan Mayoritas/Pluralitas dengan varian Two Round System (Sistem Dua Putaran). 

Pemilu 2009
Pemilu 2009 masih menggunakan sistem yang mirip dengan pemilu 2004. Tidak hanya memilih presiden dan wakil presiden, juga adanya pemilihan anggota DPR,  DPD dan DPRD. Pada pemilu 2009 terdapat sistem Parliament Threshold (PT) yang akan dinaikkan menjadi 2,5%. Artinya hanya parpol yang mencapai perolehan suara nasional sebesar 2,5 % dari jumlah seluruh suara sah nasional-lah yang berhak mendapatkan kursi di DPR. Selanjutnya parpol yang tidak mencapai suara sebesar 2,5 % tersebut, suaranya akan hilang alias hangus alias tidak punya kursi DPR.

Kelemahan sistem politik di Indonesia
Seperti kita ketahui, hanya sistem proporsional telah berlaku di Indonesia mulai Pemilu 1955 sampai sekarang. Dengan kata lain sistem perwakilaan proposional adalah sistem yang ditentukan oleh proporsi kursi suatu parpol dalam badan legislatif akan persis sama dengan proporsi suara yang diperoleh (persentase kursi = persentase suara). Ada juga yang dkenl dengan sistem perwakilan distrik yaitu sistem yang ditentukan atas kesatuan geografis dimana setiap geografis/ distrik hanya memilih seorang wakil dan jumlah distrik yang dibagi sama dengn jumlah anggota parlemen, sistem distrik lebih menekankan kepada perwakilan teritorial dan komunitas.
Kelemahan dari sistem pemilu distrik adalah banyak suara terbuang, kemudian kurang terakomodir suara dari masyarakat yang minoritas serta kurangnya representatif karena calon yang kalah kehilangan suara pendukungnya. Kemudian bagi sistem proporsional pemilih tidak mengenal siapa yang dipilih, dan yang terpilih tersebut lebih bertanggungjawab kepada partai bukan kepada masyarakat. Kemudian mempermudah fragmentasi dan timbulnya partai-partai baru, hal ini menyebabkan banyaknya partai bisa mempersulit terbentuknya pemerintah stabil.
Dari kelemahan-kelemahan kedua sistem tersebut dapat  menyebabkan persoalan yang terjadi selama masa pemilu yaitu praktek money politic. Money politic adalah suatu upaya mempengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai unatuk mempengaruhi suara pemilih. Hal ini menuntut partai politik (parpol) sebagai instrumen demokrasi harus menyelaraskan platform politiknya terhadap perubahan yang terjadi di masyarakat. Tak sedikit, perubahan tersebut menjadi tantangan bagi parpol. Sebut saja masalah golongan putih (golput) yang muncul akibat ketidakpercayaan kelompok ini kepada parpol. Kini, di masyarakat juga muncul kecenderungan menginginkan figur-figur baru sebagai pemimpin. Tentunya, figur yang bisa membawa perubahan.
Misalkan pada sistem distrik, calon yang kalah akan kehilangan suara pendukungnya. Kemudian pada sistem perwakilan proporsional, karena banyaknya partai yang ingin mencalonkan diri, maka calon legeslatif atau parpol akan berlomba-lomba untuk mendapatkan satu kursi baik di DPR,  DPD dan DPRD. Dengan kata lain, mereka bisa menggunakan money politic utuk memenangkan kursi tersebut. Akibatnya yang muncul adalah perlombaan untuk mengumpulkan uang dari berbagai sumber dan tidak mendorong pemberantasan korupsi yang dibutuhkan masyarakat. Padahal sudah tertera dalam pasal 218 UU Nomor 10 Tahun 2008 tentang larangan caleg yang melakukan money politik. Jika tindak pidana money politic terbukti di pengadilan, maka caleg yang bersangkutan tidak dapat dilantik sebagai anggota DPRD tingkat kabupaten, propinsi, pusat maupun DPD.
Dengan cara money politic hanya calon yang memiliki dana besarlah yang dapat melakukan kampenye dan sosialisasi ke seluruh Indonesia. Ini memperkecil kesempatan bagi kandidat perorangan yang memiliki dana terbatas, walaupun memiliki integritas tinggi sehingga mereka tidak akan dikenal masyarakat. Efek yang paling membahayakan dari kebiasaan money politics dalam pemiluadalah keinginan untuk segera mengembalikan ”modal” yang telah dikeluarkan selama proses Pemilu. Gaji yang diterima tiap bulan pastilah tidak cukup untuk mengambalikan modal yang bisa mencapai puluhan miliar rupiah itu. Jalan satu-satunya hanyalah korupsi.

Solusi sistem pemilu di indonesia
Dari kelemahan-kelemahan tersebut harus ada solusinya, yang mungkin dilakukan kedepan menerapkan sistem presidensial murni. Kemudian pemetaan hubungan antara ekeskutif dengan legislatif harus jelas, dan sistem partai yang sederhana. Serta membangun paradigma bahwa institusi parta politik bukan hanya tempat mencari rezeki, tapi juga melakukan pengabdian kepada masyarakat.
Salah satu hal terpenting dalam meningkatkan kualitas proses politik adalah membenahi kapasitas pengorganisasian proses penyelenggaraan pemilu. Termasuk ke dalamnya adalah memperkuat kewenangan lembaga pengawas pemilu dalam melakukan kontrol terhadap berbagai potensi penyelewengan penyelenggaraan proses pemilu.
Hal lain adalah mendorong proses rekrutmen politik yang lebih rasional dan terbuka, tidak hanya berdasarkan pertimbangan emosional melalui proses yang tidak transparan. Untuk itulah mekanisme debat publik perlu didorong dan difasilitasi secara lebih intensif, agar publik mengetahui kelayakan visi dan misi para wakil dan para pemimpin politiknya, serta dapat menilainya secara kritis. Publik perlu didorong untuk lebih mampu merumuskan standar dan parameter yang jelas bagi penyaringan para pejabat politik yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat, baik dari segi kemampuan, sikap dan karakter, etika politik, maupun kejujurannya. Pola-pola penyaringan terhadap para anggota parlemen dan para calon presiden yang sudah dilaksanakan oleh negara-negara demokrasi maju dapat dijadikan acuan, untuk menguji integritas dan visi kepemimpinan dari para calon. Demikian juga proses uji kelayakan terhadap para pejabat publik. Metode uji kelayakan yang sudah berjalan selama ini di DPR, perlu diperluas jangkauannya ke berbagai tingkat dan diperbaiki kualitasnya, serta dengan keterbukaan yang lebih besar terhadap penilaian masyarakat umum.

Referensi

Journal Again


JUDUL PENELITIAN
AN ANALYSIS OF THE ROLE OF RELATIONAL ASSETS FROM A RESOURCE-BASED VIEW: THE CASE OF THE FAILURE OF WIRELESS LOCAL LOOP PROVIDERS IN FRANCE

PENGARANG
Gaël Bonnin, Olivier Segard, Pierre Vialle

TEMA
HUBUNGAN ASET RELASIONAL TERHADAP KEGAGALAN WIRELESS LOCAL LOOP (WLL)

LATAR BELAKANG PENELITIAN

Karena sebagian besar negara Uni Eropa lain, pasar telekomunikasi Perancis sepenuhnya diliberalisasi pada 1998. Sedangkan pesaing tumbuh di pasar jarak jauh, mencapai pangsa pasar 33% pada akhir 2000, "local loop" tetap menjadi hambatan terakhir menghambat kompetisi dan pengembangan pasar di bidang telekomunikasi.  Salah satu untuk mengatasi masalah ini adalah dengan menggunakan WLL (Wireless Local Loop) yaitu teknologi yang dianggap sebagai alternatif yang menjanjikan untuk akses broadband. Tetapi pada tahun 2001 WLL mengalami kegagalan, baik di Prancis maupun hampir di setiap negara. Dibandingkan dengan layanan ADSL saat ini ditawarkan pada saat peluncuran layanan WLL untuk UKM, layanan yang terakhir memberikan manfaat yang jelas dalah diizinkannya  simetris bit-rate (broadband untuk mengirim dan tidak hanya menerima informasi), dan hampir semua dijamin bit- rate (ADSL saat bit-rate hanya maksimum bit-rate yang tersedia), yang merupakan atribut penting bagi penggunaan bisnis.

ABC adalah anak perusahaan dari kelompok telekomunikasi AS menawarkan layanan WLL untuk UKM. Beberapa survei pasar dilakukan dengan sebuah perusahaan konsultan utama untuk meramalkan kebutuhan UKM, menentukan penawaran (analisa trade off antara kecepatan, layanan terkait, biaya bulanan), dan menentukan argumentasi tenaga penjualan. 

ABC mengasumsikan bahwa teknologi baru memiliki banyak keuntungan dibandingkan teknologi ADSL saat ini bersaing, yang diluncurkan secara bersamaan oleh France Telecom: WLL memiliki bit-rate yang lebih tinggi, bit rate-simetris dan dijamin minimum bit-rate. ABC mengklaim bahwa solusinya akan memungkinkan pelanggan untuk menurunkan biaya telekomunikasi mereka dari 30% atau 40%, dibandingkan dengan biaya layanan France Telecom.

METODOLOGI PENLITIAN

Penelitian ini dilakukan di Prancis dengan menggunakan data primer dan analisis dilakukan dalam dua langkah: analisis konteks transaksional dan analisis konteks relasional.  Metode analisis yang digunakan dalam menganalisis masalah adalah menggunakan metode analisis kualitatif deskriptif, dimana data-data yang telah dibuat dalam bentuk tabel kemudian dijelaskan secara deskriptif tentang keadaan sebenarnya yang didapat dalam penelitian.

·         Sumber & Teknik Pengambilan Data

Sumber Data

Menggunakan data primer bersumber dari hasil riset pada UKM yang terdapat di Prancis.

Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan dengan mengirim 1000 kuesioner melalui pos dengan 53 jawaban yang valid.

·         Variabel

Variabel-variabel dalam penelitian ini melalui Pengukuran Konteks Transaksional  (Daya Tarik Penawaran)  yang diukur dari kemungkinan untuk mengubah bit-rate, seumur hidup teknologi yang diharapkan, kecepatan transmisi, bit-rate simetri, bit-rate garansi minimum, dan biaya dan pengukuran Konteks Relasional (Hubungan Daya Tarik). Di bagian kuesioner menggunakan konsep dan skala yang dikembangkan dalam aliran penelitian AS dari hubungan pemasaran. 

HASIL PENELITIAN

Konteks Transaksional

Atribut Penilaian dan Segmentasi Pasar. 
Tujuan di sini adalah untuk mengidentifikasi bisnis sangat tertarik dalam penawaran ABC.



Tabel 1 menunjukkan hasil latihan segmentasi berdasarkan atribut utama dari teknologi akses broadband. Dari analysis klaster hirarkis kita dapat membedakan antara dua segmen.  Sebagai atribut biaya adalah yang paling penting untuk segmen ini, disebutkan "thrifty users" segmen. Sebagai segmen kedua merasakan semua atribut penting, kami menyebutnya "demanding users" segmen. "Demanding users" segmen muncul sebagai target mungkin bagi operator WLL.



Secara umum tabel 2 menggambarkan bahwa, "demanding users" tampaknya lebih sadar akan dimensi relasional teknologi (Pertukaran informasi dengan mitra, Internet adalah meningkatkan kualitas hubunganeksternal) dan hubungan dengan pemasok (Pentingnya hubungan komersial denganoperator).

Konteks Relasional

Relational Orientasi Segmen



Tabel 3 mengganbarkan bahwa “demanding users” lebih sensitif terhadap komitmen mereka terhadap hubungan dengan operator.Orientasi relasional yang kuat dari "demanding users" dapat diartikan sebagai kelemahan bagi operator WLL.

Hubungan Negara
Dalam aspek eksternal (kesadaran dan citra merek) dan aspek internal (keadaan hubungan)  France Telecom (100%), dan Cégetel (92%), penantang utama, jelas di atas operator WLL utama (12%). Pada tabel  France Telecom juga dinilai lebih baik daripenantang utama.


Tabel 4 memberikan hasil  keadaan dari hubungan. Ketergantungan rendah dapat dijelaskan dengan jumlah yang cukup daripenyedia akses broadband dan beralih biayarelatif rendah. Kualitas hubungandijelaskan oleh variabel lain yang agak tinggi.

KESIMPULAN dan REKOMENDASI

Jurnal ini membahas tentang peran penting dari aset rasional, khususnya dalam industri telekomunikasi.  Ini menunjukkan bahwa daya saing sumber daya harus dinilai pada tingkat segmen pasar, dan tidak pada tingkat dari seluruh pasar. Hasil dari survei pasar disajikan di sini menunjukkan bahwa nilai jasa WLL, diukur dari segi manfaat, secara positif yang dirasakan oleh sekelompok "demanding users". Namun, juga menunjukkan bahwa manfaat ini harus diimbangi dengan atribut yang lebih umum lain yang berkaitan dengan berbasis pasar aset, seperti reputasi, cakupan pasar, hubungan komersial, pengalaman, kemungkinan kehadiran lanjutan di pasar, atau kualitas layanan. Akhirnya, kita menemukan bahwa France Telecom mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari brand image yang lebih baik dari pada perusahaan yang lainnya. Oleh karena itu, salah satu alasan dari kegagalan relatif dari operator WLL adalah bahwa manfaat yang terkait dengan teknologi baru ini tidak bisa menyeimbangkan berbasis pasar aset yang dikembangkan oleh France Telecom dari waktu ke waktu. 

Rekomendasi  untuk melengkapi produk manfaat pendekatan segmentasi tradisional dengan variabel menangkap pentingnya hubungan untuk pelanggan. Hal ini bisa menjadi sangat relevan, seperti diuraikan dalam tulisan ini, dalam kasus pasar yang memiliki entri dari pesaing baru.