Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro
PLAYING WITH FIRE: CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE
INTERNET
by
Austan
Goolsbee
University
of Chicago, GSB,
American
Bar Foundation and NBER
Joel
Slemrod
University
of Michigan and NBER
Menggunakan informasi
mengenai jurnal ini, dapat dianalisis bahwa sebelumnya para peneliti menganggap
rokok itu bersifat inelastis karena peningkataan harga rokok serta nilai dan
penurunan konsumsi rokok sehingga dapat menaikkan pajak
dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika
Serikat. Di sisi lain, karena rokok
adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini, maka pajak
gagal untuk meningkatkan pendapatan (yaitu, ketika mereka membuat orang untuk
mengkonsumsi rokok lebih sedikit), mereka menyelamatkan nyawa.
Tetapi dengan adanya
internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online
karena peningkatan kemampuan individu untuk membeli rokok bebas pajak sehingga
konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya
juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 yang mengakibatkan permintaan rokok
bersifat elastis walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi
menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah
tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di
teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara
hampir dua kali lipat karena munculnya internet.
Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tidak
sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet
juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat
konsumen menjaga kesehatannya.
IMPACT OF OIL PRICE SUBSIDY REDUCTION POLICY ON
PERFORMANCE OF WOOD PRODUCTS INDUSTRY
By
Satria
Astana
Tahun Anggaran
1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada
Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari
penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM
sebesar Rp 50 triliun.
Dengan
pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata
12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan
dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.
Dari jurnal
bahwa masalah yang terjadi karena kenaikan harga BBM yang dikhawatirkan
mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya
dalam hal penawaran dan permintaannya. Hal ini dikarenakan potensi kayu hutan
alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat
secara riil dari sebelumnya. Serta dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM
berkontribusi signifikan (sekitar 30%)
Dampak
Terhadap Kinerja Industri Hasil Hutan Kayu
Dalam kondisi
Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri
kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu, maka harga keseimbangan kayu
olahan hilir meningkat dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun. Dalam
kondisi penawaran konstan, penurunan
permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun.
Jadi,
dapat di simpulkan bahwa model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah
menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan
hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil
ini juga menunjukkan bahwa model yang
dibangun dapat digunakan sebagai alat perangsang dan peramalan. Dengan model
yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja
industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.
Secara umum, kenaikan
harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini
dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut.
Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah
kepada perusahaan industri kayu tersebut.
PRICE
ELASTICITY DYNAMICS OVER THE PRODUCT LIFE CYCLE: A STUDY OF CONSUMER DURABLES
By
Philip
M. Parker
Ramya
Neelamegham
Berdasarkan penelitian
oleh Parker (1992) yang hanya
mempertimbangkan pembelian pertama, dan Simon (1988) yang mempertimbangkan daya
jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen) menunjukkan bahwa
keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian
pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan
meningkat lagi
jika produk tersebut
menghadapi
penurunan
fase dari siklus hidup
produk (karena barang subtitusi
atau perubahan
selera, dll). Model
dasar dapat
dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian
pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan
dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen
untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon
tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika
elastisitas barang tersebut, seperti :
1.
Frezeers
(-22,8)
2.
Kompor
(-3,2)
3.
Kulkas
(-2,3)
4.
Setrika
uap (-2,2)
5.
Blender
(-2,2)
Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas
perabot rumah tangga -2,7.
Dari kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi
adalah Frezeer. Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau
tidak mau konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan.
Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat
inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk
tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak
(maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap
maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen
perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan.
Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.
THE
IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET
By
Tülin
Erdem
Michael
P. Keane
Baohong
Sun
Sensitivitas harga
konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan
pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan
harga yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan
menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil
dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan
semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau
aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis
hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.
Ketika tingkat
kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan
tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan
iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.
Pada hal ini sensitivitas harga ditentukan
oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang
ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen.
Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga
dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila
konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas
produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat meningkatkan sensitivitas harga seorang
konsumen.
Iklan memang dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan
tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan,
kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti
meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan
lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan
elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu
barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang
alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat
menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Intinya, iklan yang dapat
menarik konsumen akan menurunkan sensitivitas harga.
PRICE
AND INCOME ELASTICITIES OF RESIDENTIAL WATER DEMAND
By
Jasper
M. Dalhuisen
Raymond
J.G.M. Florax
Henri
L.F. de Groo
Peter Nijkamp
Di
tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA
dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air
di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara
elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan
elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan
oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada
ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai.
Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di
elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing
block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis
dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif
yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif.
Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana
yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada
kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu,
cuaca, dan sebagainya.
ECONOMIC
IMPACT OF TOURISM AND GLOBALIZATION IN INDONESIA
By
Guntur
Sugiyarto
Adam
Blake
M.
Thea Sinclair
Globalisasi menimbulkan
dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap
neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas /
liberalisasi perdagangan maka pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi
tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik yang berdampak pada
sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih
kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya ini
merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta
meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan
pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar
domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor,
tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih
menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.
Semakin berkurangnya
pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya.
Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu
membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan
dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca
perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Seperti
yang telah dijelaskan dijurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan
membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat.
Dengan adanya hubungan
antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi
didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk
mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan
untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.
EMPIRICAL
GENERALIZATIONS ABOUT THE IMPACT OF ADVERTISING ON PRICE SENSITIVITY AND PRICE
by
Anil
Kaul and Dick R. Wittink
Cornell
University
Respon konsumen
terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya
jumlah produk dipengaruhi oleh potongan harga. Lalu dari informasi tersebut
akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi
dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan
adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan,
sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.
Pada umumnya
sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah
kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif
produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut
ditawarkan dengan harga yang lebih murah.
Jika sebuah merek
memiliki pencitraan yang kuat dengan
konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah
untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih
efisien pengeluaran biaya dalam
mempromosikan produk tersebut. Penelitan dimasa depan harus lebih
berkonsentrasi pada aspek karakteristik iklan yang dapat mempengaruhi sifat
atau besarnya interaksi dari iklan tersebut.
Pada tahun 1950-1970
menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam
pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga
kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Iklan juga mempengaruhi elastisitas konsumen dalam
memberi barang.
Rating iklan bisa muncul akibat dari
penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra
yang kuat, jadi semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat
tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang
karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan
semakin tinggi.
ESTIMATING
THE EFFECT OF URBAN DENSITY ON FUEL DEMAND
Penelitian
ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada,
Asia, Australia dan Amerika. Jurnal ini menjelaskan tentang mengevaluasi
bagaimana kepadatan jumlah penduduk di perkotaan dapat mempengaruhi
permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan
elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi
per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai
-0.35 . Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu
inelastis, fenomena di kota yang terjadi karena banyaknya fasilitas yang
disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan
relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM
sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.
Dalam hal ini, harga BBM
mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam
konsumsi bahan bakar per km dan jarak
mengemudi bukan kepemilikan
mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi
permintaan mobil.
REGIONAL DIFFERENCES IN THE PRICE-ELASTICITY OF DEMAND FOR ENERGY
By
M.A
Bernstein and J. Griffin
RAND
Corporation Santa Monica, California
Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energi
diantaranya, listrik rumahan, gas alam dan listrik industri guna mengurangi
biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga
alternatif solusi yang dapat dilakukan : mengganti secara total, mencari
substitusinya, dan meminimalisir
penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan
demand. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian
listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa
mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang
mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand
dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja
membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan
listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan
barang komplementer.
Untuk kasus ini jika harga listrik naik :
1. Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk
sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat
atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya
sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2. Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja
telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.
THE
RELATIVE IMPORTANCE OF PRICE AND QUALITY IN CONSUMER CHOICE OF PROVIDER: THE CASE OF EGYPT
by
Winnie
C. Yip
Aniceto
Orbeta
September
1999
Dalam
jurnal ini di ambil dari kasus yang ada di Mesir, yaitu masyarakat Mesir lebih
memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas
yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata
sudah mencukupi.
Jika
penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas.
Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga
yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada
pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan
harga. Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka
penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau
permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang
rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas,
hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen.
Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil
kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin
kualitas layanan.
Proporsi
relative pada jurnal menyatakan bahwa sektor swasta memegang angka lebih tinggi
dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sektor publik yang
kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa
pasien lebih merespon pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini
disebabkan karena yang dibahas disini adalah sektor kesehatan yang
mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain
itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan
pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis.
Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan
juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.
Tetapi
hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata
masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas.
Indikasi
dari kualitas ini terbagi menjadi dua, yaitu:
·
Indikasi kualitas :
kualitas dokter dan obat.
·
Indikasi intrapersonal
: kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.
Jika
sector publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa
manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk
pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin
yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas
tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta.
TRADE
LIBERALIZATION AND LABOR DEMAND ELASTICITY IN INDIAN MANUFACTURING
By
Bishwanath
Goldar
November
2008
Liberalisasi
perdagangan meningkat elasttisitas permintaan tenaga kerja. Liberalisasi
perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di
industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih
rendah dari itu utuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yangn mendekati data
ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga
kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa
tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya trnd penurunan elastisitas
permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.
Mungkin efek dari
reformasi perdagangan lebih kuat dari pada pertengahan 1990-an. Peningkatan
yang diamati dalam elastisitas permintaan tenaga kerja pada periode setelah
pertengahan 1990-an disebabkan dalam ukuran yang sigifikan terhadap
liberalisasi perdagangan. Juga faktorlain seperti melemahnya kekuatan serikat
dagang yang mungkin telah memberi kontribusi pada kenaikan elastisitas
permintaan tenaga kerja setelah pertengahan 1990-an.
Jadi, Perdagangan bebas
dan permintaan tenaga kerja di Industry india adalah elastis karena permintaan akan tenaga kerja di India
pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk
tenaga kerja selalu mengalami penunan.
Kesimpulannya,
elastisitas tenaga kerja yang ada di praformasi dan di pascareformasi
berbanding terbalik dan penurunan biaya tenaga kerja berbanding tidak sama
dengan jumlah labor yang mengalami kenaikan pada pascareformasi. Hal ini
bersifat elastis, karena permintaan akan tenaga kerja pada masa pascareformasi
mengalami peningkatan sedangkan biaya tenaga kerja selalu mengalami penurunan.
Elastis karena pada zaman sekarang labor diganti oleh mesin, jadi menyebabkan
tingkat pengangguran yang ada.
LONG
TERM FUEL PRICE ELASTICITY: EFFECTS ON MOBILITY TOOL OWNERSHIP AND RESIDENTIAL
LOCATION CHOICE
By
Alexander
Erath
Efek jangka panjang
dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjang
dari kenaikan harga bahan bakar. Dilakukan experiment-experiment, sebgai
berikut:
1. Dampak
Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan,
dijelaskan bahwa dengan naiknya harga bbm,
masyarakat mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai
kendaraannya atau membeli kendaraan.
2. Harga
Bahan Bakar di Wilayah Tertentu, disimpulkan bahwa
ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan. Yaitu harga di
perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
3. Efek
Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda,
bahwa di 2 wilayah yang berbeda, antara
perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi karena sifat elastisitas di perkotaan
bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan
bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.
Dengan demikian, efek
jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian
dalam biaya transportasi terutama dalam
harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil
dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil
hibrida/ diesel. Untuk
jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan
diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh
responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak
berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih
melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan
diesel.
ARE LIFE INSURANCE DEMAND DETERMINANTS VALID
FOR SELECTED ASIAN ECONOMIES AND INDIA
by
Subir Sen dan Dr.Madhswaran
Saat terjadinya krisis ekonomi,
permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena
dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan
masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia
pada kala itu rendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan
untuk konsumsi. Maka
perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan
asuransi.
Kemudian, dengan adanya perbaikan
ekonomi setelah adanya krisis membuat
pendapatan masyarakat Asia
terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat
standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya
asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi
hinggga kini bersifat inelastis,
atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah
permintaannya.
THE
IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE
PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
By
Tatiana
Andreyeva, PhD
Michael W. Long, MPH
Kelly D. Brownell, PhD
Penelitian ini
bertujuan untuk memberikan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan
perilaku konsumen Amerika Serikat. Fenomena yang terjadi di Amerika adalah
elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada
makanan sehat. Berdasarkan studi, 31% yang memberikan perkiraan elastisitas
harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15%
untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%.
Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari
pada makanan sehat.
Dalam menyelesaikan hal
ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk
menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah
pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan
bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena
pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan
untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat
meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika
Serikat menjadi lebih baik.
Dengan pemberlakuan
subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga
sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar
7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak
meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur
dikatakan inelastis.
Oleh karena itu
walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan
peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan
bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya
hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya
konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang
mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju
cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga
meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan
barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan
makanan sehat bersifat inelastis.
DETERMINANTS
OF INDONESIAN PALM OIL EXPORT: PRICE AND INCOME ELASTICITY ESTIMATION
By
Ambiyah
Abdullah
2011
Indonesia adalah
produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai
46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor.
Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari
permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat
jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia
mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia
dikarenakan faktor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di
tanami kelapa sawit lebih banyak.
Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan
dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastis, baik untuk
jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan
untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan
untuk income sebesar 0,49. Ini juga disebabkan oleh efek barang substitusi terhadap
perubahan harga tidak terlalu besar dan pilihan produk-produk lainnya sebagai
barang pengganti jumlahnya tidak banyak.
Temuan ini sesuai
dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak
sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng,
margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit
Indonesia. Temuan ini penting untuk:
1. Strategi pemasaran
seperti diferensiasi produk (produk dengan nilai tambah) sehingga menciptakan layanan
khusus untuk konsumen yang loyal dan meningkatkan standar kualitas
2. Kebijakan pemerintah
(kebijakan perdagangan dan peraturan domestik)
harus diterapkan oleh pemerintah
Indonesia untuk mendukung ekspansi minyak sawit di Indonesia.
Pajak ekspor adalah
salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit
agar mengendalikan harga minyak goreng lokal. Untuk kebijakan domestik dapat
diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif
pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan
standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang,
terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas
pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku,
terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak
sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan
menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar