Minggu, 19 Februari 2012

Summary of Journal "Elasticity"


Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro

PLAYING WITH FIRE:  CIGARETTES, TAXES AND COMPETITION FROM THE INTERNET
by

Austan Goolsbee
University of Chicago, GSB,
American Bar Foundation and NBER

Joel Slemrod
University of Michigan and NBER

Menggunakan informasi mengenai jurnal ini, dapat dianalisis bahwa sebelumnya para peneliti menganggap rokok itu bersifat inelastis karena peningkataan harga rokok serta nilai dan penurunan konsumsi rokok sehingga dapat menaikkan pajak dan dapat menghasilkan banyak pendapatan di Amerika Serikat.  Di sisi lain, karena rokok adalah salah satu penyebab utama masalah kesehatan di negara ini, maka pajak gagal untuk meningkatkan pendapatan (yaitu, ketika mereka membuat orang untuk mengkonsumsi rokok lebih sedikit), mereka menyelamatkan nyawa.

Tetapi dengan adanya internet, konsumen dapat membeli rokok dari negara lain atau secara online karena peningkatan kemampuan individu untuk membeli rokok bebas pajak sehingga konsumen tidak perlu membayar pajak kepada negaranya. Tingkat elastistasnya juga meningkat dari -1,28 menjadi -2,09 yang mengakibatkan permintaan rokok bersifat elastis walaupun pajak sudah di naikkan 33%. Pajak yang lebih tinggi menyebabkan penyelundupan lebih besar dan jumlah penyelundupan tambahan telah tumbuh secara signifikan dengan munculnya Internet. Karena setelah di teliti jumlah penyelundupan yang timbul dari perubahan tarif pajak negara hampir dua kali lipat karena munculnya internet.  

 Maka dapat disimpukan bahwa pajak rokok tidak sensitif terhadap permintaan rokok di Amerika Serikat. Dengan adanya internet juga membuat pendapatan negara menjadi kecil dan tidak mengurangi tingkat konsumen menjaga kesehatannya.


IMPACT OF OIL PRICE SUBSIDY REDUCTION POLICY ON PERFORMANCE OF WOOD PRODUCTS INDUSTRY
By
Satria Astana

Tahun Anggaran 1998/1999 besarnya subsidi harga BBM yang dibayarkan oleh pemerintah kepada Pertamina adalah Rp 27.5 triliun. Nilai subsidi BBM ini merupakan selisih dari penjualan BBM dalam negeri sebesar Rp 22.5 triliun dan komponen biaya BBM sebesar Rp 50 triliun.
Dengan pengurangan subsidi harga BBM sebesar 30% atau kenaikan harga BBM rata-rata 12%, jumlah anggaran subsidi harga BBM dalam RAPBN (Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara) tahun 2000 masih tinggi yaitu Rp 18.3 triliun.

Dari jurnal bahwa masalah yang terjadi karena kenaikan harga BBM yang dikhawatirkan mendorong lebih jauh penurunan kinerja industri hasil hutan kayu, khususnya dalam hal penawaran dan permintaannya. Hal ini dikarenakan potensi kayu hutan alam telah menurun, hal ini telah menyebabkan biaya logging meningkat secara riil dari sebelumnya. Serta dalam biaya pemanenan kayu, komponen BBM berkontribusi signifikan (sekitar 30%)

Dampak Terhadap Kinerja Industri Hasil Hutan Kayu

Dalam kondisi Permintaan konstan, pengurangan subsidi atau kenaikan harga BBM di industri kayu olahan hilir menggeser kurva penawaran kayu, maka harga keseimbangan kayu olahan hilir meningkat dan keseimbangan penawaran dan permintaan turun. Dalam kondisi penawaran konstan, penurunan permintaannya menyebabkan harga kayu olahan hulu menurun dan keseimbangan permintaan dan penawarannya menurun.

Jadi, dapat di simpulkan bahwa model industri hasil hutan kayu yang dibangun telah menjadi perhatian dalam kinerja industri hasil hutan kayu dan dapat menjelaskan hubungan-hubungan ekonomi yang terbentuk sesuai dengan prediksi teori. Hasil ini  juga menunjukkan bahwa model yang dibangun dapat digunakan sebagai alat perangsang dan peramalan. Dengan model yang diperoleh, dampak kebijakan pengurangan subsidi harga BBM terhadap kinerja industri hasil hutan kayu dan kesejahteraan sosial dianalisis.

Secara umum, kenaikan harga BBM dengan adanya subsidi dari pemerintah cenderung inelastis, hal ini dikarenakan terbatasnya barang substitusi dan komplementer dari BBM tersebut. Selain itu, total revenue sangat dipengaruhi oleh subsidi dari pemerintah kepada perusahaan industri kayu tersebut.


PRICE ELASTICITY DYNAMICS OVER THE PRODUCT LIFE CYCLE: A STUDY OF CONSUMER DURABLES
By
Philip M. Parker
Ramya Neelamegham

Berdasarkan penelitian oleh  Parker (1992) yang hanya mempertimbangkan pembelian pertama, dan Simon (1988) yang mempertimbangkan daya jual merk (sebagai faktor untuk menarik minat konsumen) menunjukkan bahwa keseluruhan kategori harga penjualan bersifat elastis. Kematian pertama dalam nilai absolut, akhirnya nilai tersebut akan meningkat lagi jika produk tersebut menghadapi penurunan fase dari siklus hidup produk (karena barang subtitusi atau perubahan selera, dll). Model dasar dapat dengan mudah dimodifikasi untuk menghitung keseluruhan penjualan (pembelian pertama ditambah pengulangan pembelian). Jika tidak berubah, model dasar ini bisa digunakan dalam waktu 5-10 tahun dalam pemakaian tahan lama.
Berdasarkan pembelian pertama yang mendorong konsumen untuk melakukan pembelian kembali, menunjukkan bahwa hasil penelitian Simon tentang pentingnya daya jual merk, menjadi bukti empiris dari dinamika elastisitas barang tersebut, seperti :

1.      Frezeers (-22,8)
2.      Kompor (-3,2)
3.      Kulkas (-2,3)
4.      Setrika uap (-2,2)
5.      Blender (-2,2)

Kesimpulannya adalah rata-rata tingkat elastisitas perabot rumah tangga -2,7.
Dari kelima barang tersebut yang memiliki elastisitas tertinggi adalah Frezeer. Karena Frezeer tidak mempunyai barang subtitusi, sehingga mau tidak mau konsumen menggunakan Frezeers untuk membekukan bahan makanan.

Suatu produk pada umumnya mengalami tingkat inelastisitas tertinggi pada fase awal siklus hidup produk. Sedangkan produk tersebut mengalami elastisitas pada saat pembelian kembali pada fase puncak (maturity) di mana tingkat penjualan mencapai tingkat tertinggi. Setelah tahap maturity produk akan memasuki fase decline (penurunan). Pada fase ini, produsen perlu memperbaharui kembali produknya agar konsumen tidak mengalami kejenuhan. Sebab persaingan semakin ketat dan mencapai tingkat elastisitas tertinggi.

THE IMPACT OF ADVERTISING ON CONSUMER PRICE SENSITIVITY IN EXPERIENCE GOODS MARKET
By
Tülin Erdem
Michael P. Keane
Baohong Sun

Sensitivitas harga konsumen, yaitu kepekaan relatif dari harga dalam mempengaruhi keputusan pembelian dan kecenderungan untuk melakukan pencarian harga untuk menemukan harga yang lebih baik. Penelitian ini dilakukan di Chicago dan Atlanta dengan menggunakan 18 merk pada pasta gigi, sikat gigi, deterjen dan saus kecap. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa iklan dapat menyebabkan suatu produk akan semakin dikenal oleh banyak orang. Selanjutnya, semakin banyak iklan atau aktivitas pemasaran yang dilakukan oleh seorang produsen maka secara otomatis hal tersebut akan meningkatkan kepercayaan konsumen terhadap produk tersebut.

Ketika tingkat kepercayaan konsumen meningkat maka terciptalah sebuah brand yang terkenal, sehingga masyarakat tidak lagi memperhitungkan tingkat harga pada produk tersebut. Hal inilah yang kemudian dimaksud dengan iklan yang dapat mengurangi sensitivitas harga konsumen.

Pada hal ini sensitivitas harga ditentukan oleh seberapa banyak dan dalamnya informasi yang didapat konsumen mengenai harga dan kualitas yang ditawarkan berbagai produk sejenis yang akan dikonsumsi oleh konsumen. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, konsumen yang memiliki informasi harga dan kualitas yang lebih banyak akan menurunkan tingkat sensitivitas harga seorang konsumen , namun sebaliknya apabila konsumen yang tidak memiliki banyak informasi mengenai harga dan kualitas produk yang akan mereka konsumsi maka hal tersebut dapat   meningkatkan sensitivitas harga seorang konsumen.

Iklan memang dapat mempengaruhi tingkat permintaan suatu barang. Akan tetapi, pengaruh dari iklan tersebut sangat bergantung dari tampilan, kemenarikan, dan seberapa intens iklan tersebut. Dalam kasus ini, peneliti meneliti barang-barang yang elastis, sehingga iklan yang menguntungkan dan lebih berpengaruh pada elastisitas harga adalah iklan yang tidak menurunkan elastisitas permintaan. Hal ini terjadi karena ketika elastisitas harga suatu barang naik, maka permintaan barang tersebut akan turun karena terdapat barang-barang alternatif atau subtitusi lainnya. Sebagai tambahan, keadaan tersebut dapat menyebabkan produsen baru untuk masuk ke dalam pasar. Intinya, iklan yang dapat menarik konsumen akan menurunkan sensitivitas harga.

PRICE AND INCOME ELASTICITIES OF RESIDENTIAL WATER DEMAND
By
Jasper M. Dalhuisen
Raymond J.G.M. Florax
Henri L.F. de Groo 
Peter Nijkamp

Di tahun 2011 ada permasalahan mengenai elastisitas permintaan terhadap air di USA dan Eropa. Karena di sana mulai diterapkan penggunaan tarif untuk pemakaian air di setiap perumahan. Ternyata ada kesenjangan yang cukup besar antara elastisitas harga dan elastisitas penghasilan karena bila digambarkan elastisitasnya mendekati 0. Nilai elastisitas yang mendekati 0 ini disebabkan oleh adanya pemakaian air yang tidak terkontrol di masyarakat sehingga ada ketidaksesuaian antara jumlah air yang dipasok dengan jumlah air yang dipakai. Akibatnya di USA diadakan penelitian untuk mengurangi kesenjangan di elastisitas tersebut. Metode yang digunakan antara lain metode increasing block rate tarif yang hasilnya adalah kebutuhan air menjadi lebih elastis dan elastisitas pendapatan menurun dan metode decreasing block rate tarif yang hasilnya berbanding terbalik dengan metode increasing block rate tarif. Namun dalam kenyataannya dari kedua metode ini kita tidak bisa menentukan mana yang akan menghasilkan elastisitas tertinggi karena hal ini bergantung pada kompleksitas masalah yang ada seperti kondisi geografis lingkungan, suhu, cuaca, dan sebagainya.

ECONOMIC IMPACT OF TOURISM AND GLOBALIZATION IN INDONESIA
By
Guntur Sugiyarto
Adam Blake
M. Thea Sinclair

Globalisasi menimbulkan dampak baik dan buruk. Dulu globalisasi dianggap memiliki efek buruk terhadap neraca perdagangan Indonesia. Karena dengan adanya perdagangan bebas / liberalisasi perdagangan maka pemerintah membuat kebijakan dengan mengurangi tarif impor dan pengenaan pajak pada komoditas domestik yang berdampak pada sisi produksi, dengan penurunan harga domestik maka membuat para produsen lebih kompetitif dalam bersaing dengan pesaing yang ada di pasar. Sebenarnya ini merangsang produksi dalam negeri dan meningkatkan lapangan pekerjaan serta meningkatkan PDB. Dengan meningkatnya produksi dalam negeri maka menaikan pendapatan rumah tangga dan menciptakan lebih banyak permintaan dalam pasar domestic. Karena permintaan dalam negeri meningkat maka meningkatkan impor, tetapi ekspor menutun. Itu dikarenakan neraca pasar domestik lebih menguntungkan bagi produsen. Oleh karena itu neraca perdagangan memburuk.

Semakin berkurangnya pajak yang diterima oleh pemerintah juga semakin memperburuk kekurangannya. Dengan kurangnya pajak yang diterima pemerintah membuat pemerintah kurang mampu membiayai aggaran pengeluarannya tapi memiliki sisi positif pada kesejahteraan dalam negeri dan konsumsi rumah tangga meningkat. Untuk menyeimbangkan neraca perdagangan yang buruk itu, sektor pariwisata bisa menjadi solusinya. Seperti yang telah dijelaskan dijurnal bahwa kenaikan permintaan pariwisata asing akan membuat produksi yang lebih dan penyerapan tenaga kerja domestic meningkat.

Dengan adanya hubungan antara harga yang menurun, permintaan, dan income yang berjalan semakin tinggi didalam kasus ini maka dapat disimpulkan bahwa ini bersifat elastis. Untuk mencegah terjadinya inelastis maka pemerintah seharusnya membuat kebijakan untuk menaikan harga saja dan menurunkan tarif pajak.

EMPIRICAL GENERALIZATIONS ABOUT THE IMPACT OF ADVERTISING ON PRICE SENSITIVITY AND PRICE
by
Anil Kaul and Dick R. Wittink
Cornell University

Respon konsumen terhadap promosi mengidentikasikan bahwa keputusan konsumen terhadap merk dan banyaknya jumlah produk dipengaruhi oleh potongan harga. Lalu dari informasi tersebut akan menjadi bahan pertimbangan bagi produsen dalam menentukan strategi promosi dan periklanan. Salah satu strategi yang diperlukan adalah positoning yang tepat guna karena akan mengarahkan fungsi suatu iklan, sebab hal tersebut memiliki dampak terhadap sensitivitas harga konsumen.

Pada umumnya sensitivitas harga sebagian besar dirasakan pada kalangan masyarakat menengah kebawah, konsumen menengah kebawah sangat peka akan harga dan alternatif produk. Para konsumen ini biasanya membeli produk pada saat produk tersebut ditawarkan dengan harga yang lebih murah.

Jika sebuah merek memiliki pencitraan  yang kuat dengan konsumen maka cenderung memiliki pangsa pasar yang lebih tinggi dan lebih mudah untuk mencapai penetrasi pasar yang lebih besar dan akan menghasilkan lebih efisien  pengeluaran biaya dalam mempromosikan produk tersebut. Penelitan dimasa depan harus lebih berkonsentrasi pada aspek karakteristik iklan yang dapat mempengaruhi sifat atau besarnya interaksi dari iklan tersebut.

Pada tahun 1950-1970 menurut Steiner iklan sangat meningkat karena adanya peran sponsor dalam pembiayaan, karena iklan tidak hanya digunakan untuk menjual produk tetapi juga kepentingan-kepentingan lainnya seperti politik. Iklan juga mempengaruhi elastisitas konsumen dalam memberi barang.
Rating iklan bisa muncul akibat dari penilaian dari pihak konsumen yang menilai apakah iklan tersebut memiliki citra yang kuat, jadi semakin tinggi nilai rating maka kepercayaan semakin sangat tinggi, hal ini akan mempengaruhi elastisitas konsumen dalam membeli barang karena semakin konsumen percaya akan suatu produk maka daya belinya akan semakin tinggi.

ESTIMATING THE EFFECT OF URBAN DENSITY ON FUEL DEMAND

Penelitian ini dilakukan dengan cross-sectional data dari 32 negara besar dari eropa, Canada, Asia, Australia dan Amerika. Jurnal ini menjelaskan tentang mengevaluasi bagaimana kepadatan jumlah penduduk di perkotaan  dapat mempengaruhi permintaan relatif untuk bahan bakar transportasi jalan, memberikan perkiraan elastisitas yang sensitif terhadap pola fasilitas umum. Bahan bakar konsumsi per kapita terhadap kepadatan perkotaan diperkirakan dalam rentang -0.33 sampai  -0.35 . Kepadatan penduduk kota terhadap permintaan bahan bakar yaitu inelastis, fenomena di kota yang terjadi karena banyaknya fasilitas yang disediakan oleh pemerintah maka jarak yang di tempuh penduduk di perkotaan relative singkat. Pemakaian transportasi umum dapat menghemat pemakaian BBM sehingga dalam pemakaian BBM lebih efisiensi.

Dalam hal ini, harga BBM mempengaruhi permintaan bahan bakar sebagian besar melalui variasi dalam konsumsi bahan bakar per km dan jarak mengemudi bukan kepemilikan mobil. Hal ini dapat mencerminkan harga bahan bakar tidak mempengaruhi permintaan mobil.


REGIONAL DIFFERENCES IN THE PRICE-ELASTICITY OF DEMAND FOR ENERGY
By
M.A Bernstein and J. Griffin
RAND Corporation Santa Monica, California

Departement of Energy melakukan riset terhadap beberapa sumber energi diantaranya, listrik rumahan, gas alam dan listrik industri guna mengurangi biaya dan meningkatkan efisiensi. Jika harga listrik naik maka ada tiga alternatif solusi yang dapat dilakukan : mengganti secara total, mencari substitusinya, dan  meminimalisir penggunaan listrik. Kenaikan harga tidak signifikan mempengaruhi penurunan demand. Kalaupun ada kenaikan harga, konsumen tidak dapat mengurangi pemakaian listrik secara drastis hanya dapat berhemat atau menambahkan alat yang bisa mengefisiensi penggunaan listrik, seperti termostast dan dalam jangka panjang mereka akan mengkonversi listrik dengan sumber energi lainnya. Kenaikan demand dapat dipengaruhi oleh kenaikan income, income meningkat konsumen dapat saja membeli peralatan elektronik baru sehingga meningkatkan penggunaan listriknya(demand). Elastisitas dipengaruhi dengan adanya barang substitusi dan barang komplementer.

Untuk kasus ini jika harga listrik naik :

1.   Dalam jangka pendek elastisitasnya bersifat inelastis karena untuk sementara waktu konsumen tidak memiliki pilihan hanya dapat mencoba menghemat atau mengurangi penggunaan listrik dan belum banyak barang substitusinya sehingga konsumen tidak memiliki pilihan lain selain tetap menggunakannya.
2.   Dalam jangka panjang, elastisitasnya bersifat elastis karena mungkin saja telah ditemukan inovasi – inovasi baru yang dapat menjadi subsitusi listrik.

THE RELATIVE IMPORTANCE OF PRICE AND QUALITY IN CONSUMER CHOICE OF PROVIDER:  THE CASE OF EGYPT
by
Winnie C. Yip
Aniceto Orbeta
September 1999

Dalam jurnal ini di ambil dari kasus yang ada di Mesir, yaitu masyarakat Mesir lebih memilih sektor swasta dan rela membayar lebih tinggi demi mendapat kualitas yang terbaik. Hal itu dikarenakan penghasilan masyarakat Mesir yang rata-rata sudah mencukupi.

Jika penyedia melakukan penurunan harga maka akan ada pengorbanan kualitas. Sebaliknya, jika penyedia meningkatkan kualitas maka akan ada pengorbanan harga yang lebih tinggi untuk meningkatkan layanan atau penambahan teknologi. Ada pula asumsi yang dapat diberikan adalah penyedia terlibat dalam persaingan harga. Berdasarkan asumsi ini, misalnya elastisitas kualitas meningkat, maka penurunan harga kemungkinan besar dicapai dengan efisiensi. Tapi kalau permintaannya inelastis, persaingan harga dapat menyebabkan kualitas yang rendah. Lain halnya jika penyedia cenderung lebih dalam persaingan kualitas, hal itu akan sangat penting untuk memahami aspek-aspek yang diinginkan konsumen. Jika konsumen responsif terhadap aspek kualitas yang meningkatkan hasil kesehatan, pemerintah mungkin lebih mengandalkan kekuatan pasar untuk menjamin kualitas layanan.

Proporsi relative pada jurnal menyatakan bahwa sektor swasta memegang angka lebih tinggi dan rela membayar lebih tinggi dibandingkan memilih sektor publik yang kualitasnya terhitung rendah. Setelah itu pada penelitiannya ditemukan bahwa pasien lebih merespon pada perubahan kualitas daripada perubahan harga. Ini disebabkan karena yang dibahas disini adalah sektor kesehatan yang mempertaruhkan nyawa, maka pengorbanan berupa materipun rela dilakukan. Selain itu pada penelitian terdalulu juga ditemukan bahwa elastisitas pendapatan pengeluaran perawatan kesehatan > 1 , dimana itu berarti bersifat elastis. Ini berarti seiring dengan bertambahnya pendapatan, maka porsi dari pendapatan juga akan lebih besar untuk pergi ke pelayanan kesehatan.

Tetapi hal ini tidak berlaku rata pada seluruh kalangan masyarakat, walaupun rata-rata masyarakat memang lebih responsive terhadap peningkatan kualitas.

Indikasi dari kualitas ini terbagi menjadi dua, yaitu:
·         Indikasi kualitas : kualitas dokter dan obat.
·         Indikasi intrapersonal : kualitas pelayanan, teknologi, kenyamanan, dll.

Jika sector publik ingin dapat bersaing dengan sektor swasta maka mereka harus bisa manjamin kualitas layanan dengan baik, atai jika tidak sasaran mereka untuk pangsa pasar harus lebih dispesifikasi lagi dengan menyasar masyarakat miskin yang memang belum mampu untuk melakukan pelayanan kesehatan dengan kualitas tinggi yang meminta biaya tinggi pada sektor swasta.

TRADE LIBERALIZATION AND LABOR DEMAND ELASTICITY IN INDIAN MANUFACTURING
By
Bishwanath Goldar
November 2008

Liberalisasi perdagangan meningkat elasttisitas permintaan tenaga kerja. Liberalisasi perdagangan memiliki dampak positif pada elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India, elastisitas taksiran masa pasca-reformasi ini ditemukan lebih rendah dari itu utuk periode pra-reformasi. Pemeriksaan yangn mendekati data ini menunjukkan bahwa ada kecenderungan penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja di industri India di masa pra-reformasi, yang berlangsung selama beberapa tahun bahkan setelah mulai reformasi. Tampaknya trnd penurunan elastisitas permintaan tenaga kerja ditangkap dan terbalik sejak pertengahan 1990-an.

Mungkin efek dari reformasi perdagangan lebih kuat dari pada pertengahan 1990-an. Peningkatan yang diamati dalam elastisitas permintaan tenaga kerja pada periode setelah pertengahan 1990-an disebabkan dalam ukuran yang sigifikan terhadap liberalisasi perdagangan. Juga faktorlain seperti melemahnya kekuatan serikat dagang yang mungkin telah memberi kontribusi pada kenaikan elastisitas permintaan tenaga kerja setelah pertengahan 1990-an.

Jadi, Perdagangan bebas dan permintaan tenaga kerja di Industry india adalah elastis  karena permintaan akan tenaga kerja di India pada masa pasca reformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya atau gaji untuk tenaga kerja selalu mengalami penunan.

Kesimpulannya, elastisitas tenaga kerja yang ada di praformasi dan di pascareformasi berbanding terbalik dan penurunan biaya tenaga kerja berbanding tidak sama dengan jumlah labor yang mengalami kenaikan pada pascareformasi. Hal ini bersifat elastis, karena permintaan akan tenaga kerja pada masa pascareformasi mengalami peningkatan sedangkan biaya tenaga kerja selalu mengalami penurunan. Elastis karena pada zaman sekarang labor diganti oleh mesin, jadi menyebabkan tingkat pengangguran yang ada.

LONG TERM FUEL PRICE ELASTICITY: EFFECTS ON MOBILITY TOOL OWNERSHIP AND RESIDENTIAL LOCATION CHOICE
By
Alexander Erath

Efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Penelitian ini meneliti efek jangka panjang dari kenaikan harga bahan bakar. Dilakukan experiment-experiment, sebgai berikut:

1.      Dampak Perubahan Harga atas Kepemilikan Kendaraan, dijelaskan bahwa dengan naiknya harga bbm, masyarakat mengubah pola pikir mereka. Mereka menjadi enggan untuk memakai kendaraannya atau membeli kendaraan.  
2.   Harga Bahan Bakar di Wilayah Tertentu, disimpulkan bahwa ada perbedaan harga di wilayah pedesaaan dan perkotaan. Yaitu harga di perkotaaan lebih mahal daripada di pedesaan. Karena bedanya tingkat permintaan.
3.    Efek Perubahan Harga di 2 Wilayah yang Berbeda, bahwa di 2 wilayah yang berbeda, antara perdesaan dan perkotaan efek perubahan harga terjadi  karena sifat elastisitas di perkotaan bersifat elastis karena populasi di perkotaan lebih besar sedangkan di pedesaan bersifat in-elastis karena populasi masyarakatnya yang kecil.

Dengan demikian, efek jangka panjang yang akan terjadi adalah kemungkinan pendapatan substansian dalam  biaya transportasi terutama dalam harga BBM membuat orang bereaksi mengatur jarak tempuh dan mengubah jenis mobil dan memilih mesin yang lebih kecil atau lebih hemat bahan bakar seperti mobil hibrida/ diesel. Untuk jangka panjang, elastisitas harga bensin berkisar antara -0,14 sampai -0,54 dan diesel 0,32. diesel disini merupakan bahan pengganti yang disebabkan oleh responden yang mengganti mobil BBMnya jadi mobil diesel. Harga BBM naik tidak berarti menaikan atau menurunkan permintaan dari BBM tersebut, masyarakat lebih melihat efisiensi dari penggunaan bahan bakar yaitu dengan menggantinya dengan diesel.

ARE LIFE INSURANCE DEMAND DETERMINANTS VALID FOR SELECTED ASIAN ECONOMIES AND INDIA
by
Subir Sen dan Dr.Madhswaran

Saat terjadinya krisis ekonomi, permintaan akan asuransi di Asia bersifat elastis. Hal ini disebabkan karena dengan adanya krisis, maka perekonomian terganggu dan mengurangi pendapatan masyarakat di Asia. Rendahnya pendapatan membuat standar hidup masyarakat asia pada kala itu rendah, dengan pendapatan yang rendah mereka hanya mengutamakan untuk konsumsi. Maka perubahan harga asuransi akan sangat mempengaruhi jumlah permintaan akan asuransi.

Kemudian, dengan adanya perbaikan ekonomi setelah adanya  krisis membuat pendapatan masyarakat Asia terus meningkat dan memiliki pendapatan yang cukup tinggi sehingga membuat standar hidup masyarakat semakin tinggi dan makin sadar akan pentingnya asuransi. Dengan demikian, permintaan terhadap asuransi pasca krisis ekonomi hinggga kini bersifat inelastis, atau perubahan harga asuransi tidak akan terlalu mempengaruhi jumlah permintaannya.

THE IMPACT OF FOOD PRICES ON CONSUMPTION: A SYSTEMATIC REVIEW OF REASERCH ON THE PRICE ELASTICITY OF DEMAND FOR FOOD
By
Tatiana Andreyeva, PhD
 Michael W. Long, MPH
 Kelly D. Brownell, PhD

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan ringkasan mengenai elasitas permintaan harga dan perilaku konsumen Amerika Serikat. Fenomena yang terjadi di Amerika adalah elastisitas permintaan harga pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat. Berdasarkan studi, 31% yang memberikan perkiraan elastisitas harga daging sapi, 29% untuk daging babi, 14% untuk unggas, 10% untuk ikan, 15% untuk susu, 12% untuk keju, untuk sereal 12%, dan untuk buah dan sayuran 11%. Dari sini terlihat bahwa konsumsi pada makanan tidak sehat lebih tinggi dari pada makanan sehat.

Dalam menyelesaikan hal ini, peneliti berusaha menghubungkan pemberlakuan pajak dan subsidi untuk menganalisis dampaknya terhadap harga bahan makanan. Dengan menetapkan sejumlah pajak kepada bahan makanan yang kurang sehat, maka diharapkan permintaan akan bahan makanan yang kurang sehat menurun seiring dengan kenaikan harga karena pajak. Sebaliknya subsidi diberikan kepada bahan makanan sehat dengan tujuan untuk menurunkan harga sehingga permintaan akan bahan makanan sehat dapat meningkat, sehingga diharapkan dapat mengubah gaya hidup masyarakat Amerika Serikat menjadi lebih baik.

Dengan pemberlakuan subsidi terhadap harga buah buahan dan sayur mayur menyebabkan penurunan harga sebesar 10%, dan berhasil meningkatkan permintaan akan buah dan sayur sebesar 7,0% untuk buah dan 5,8% untuk sayur, besarnya penurunan harga rupanya tidak meningkatkan permintaan secara signifikan sehingga harga buah dan sayur dikatakan inelastis.

Oleh karena itu walaupun subsidi telah diberikan, pada kenyataannya tidak dapat meningkatkan peningkatan permintaan secara signifikan, dari kasus tersebut dapat diasumsikan bahwa, harga bukanlah satu satunya faktor yang dapat menyebabkan buruknya gaya hidup sebagian masyarakat di Amerika serikat yang dinilai dari tingginya konsumsi bahan makanan tidak sehat seperti fast food, namun ada hal lain yang mempengaruhi, salah satunya ialah gaya hidup. Orang orang di Negara maju cenderung memilih bahan makanan cepat saji dengan alasan efisiensi, sehingga meskipun harga dirubah, tetap saja tidak akan mempengaruhi permintaan akan barang barang tersebut, sehingga sayuran dan buah buahan yang tergolong bahan makanan sehat bersifat inelastis.

DETERMINANTS OF INDONESIAN PALM OIL EXPORT: PRICE AND INCOME ELASTICITY ESTIMATION
By
Ambiyah Abdullah
2011

Indonesia adalah produsen dan eksportir terbesar minyak sawit di dunia karena berhasil menguasai 46% pangsa pasar minyak sawit dunia. Sebagian besar dari produksinya diekspor. Sehingga, memperkirakan elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan untuk ekspor minyak sawit Indonesia sangat penting. Hal itu terlihat jika dibandingkan dengan negara-negara lain seperti Malaysia, Indonesia mengekspor minyak sawit lebih banyak di banding dengan negara Malaysia dikarenakan faktor lahan di Indonesia yang lebih luas dan memungkinkan untuk di tanami kelapa sawit lebih banyak.  Melalui penelitian ini, elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari permintaan ekspor minyak sawit Indonesia adalah inelastis, baik untuk jangka pendek dan jangka panjang. Jangka pendek untuk ekspor sebesar 0,54 dan untuk income sebesar 0,61. Serta jangka panjang untuk ekspor sebesar 0,41 dan untuk income sebesar 0,49. Ini juga disebabkan oleh efek barang substitusi terhadap perubahan harga tidak terlalu besar dan pilihan produk-produk lainnya sebagai barang pengganti jumlahnya tidak banyak.

Temuan ini sesuai dengan teori pada pangsa pasar, alokasi anggaran, dan penggunaan dari minyak sawit sebagai bahan baku untuk barang-barang seperti kosmetik, minyak goreng, margarine, dan ketersediaan dari barang substitusi untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Temuan ini penting untuk:

1.   Strategi pemasaran seperti diferensiasi produk (produk dengan nilai tambah) sehingga menciptakan layanan khusus untuk konsumen yang loyal dan meningkatkan standar kualitas
2.  Kebijakan pemerintah (kebijakan perdagangan dan peraturan domestik) harus diterapkan    oleh pemerintah Indonesia untuk mendukung ekspansi minyak sawit di Indonesia.

Pajak ekspor adalah salah satu dari kebijakan yang diterapkan oleh Indonesia untuk minyak sawit agar mengendalikan harga minyak goreng lokal. Untuk kebijakan domestik dapat diterapkan dalam berbagai bentuk seperti subsidi produksi, program insentif pada penelitian diferensiasi produk (produk bernilai tambah), dan meningkatkan standar kualitas untuk ekspor minyak sawit Indonesia. Di masa yang akan datang, terdapat kebutuhan untuk menganalisis elastisitas harga dan elastisitas pendapatan dari produk-produk yang menggunakan minyak sawit sebagai bahan baku, terfokus pada sektor-sektor yang berlainan (perbedaan antara CPO dan minyak sawit murni) pada kasus-kasus negara pengimpor yang lebih spesifik dan menganalisa dalam penawaran ekspor dan model-model yang simultan.



Kamis, 02 Februari 2012

What should the firm do in the short run operating losses?

Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro

Bila terjadi kerugian dalam jangka pendek pada suatu perusahaan, maka  perusahaan itu harus meminimumkan karugian dalam jangka pendek, kalau kerugian yang terjadi di jangka pendek sudah diminimumkan, maka perusahaan masih bisa di operasikan terus. Tetapi jika kerugian ini terus menerus terjadi maka perusahaan harus segera di tutup (shut down) dan keluar dari pasar (bangkrut) karena tidak dapat menutupi biaya variabel (VC). Untuk lebih jelas perhtikan kurva berikkut :



Pada kurva  apabila harga terjadi (P) terletak di bawah Average Total Cost (ATC), tetapi masih diatas Average Variable Cost (AVG). Dalam gambar apabila perusahaan memproduksi Q, dan  output perusahaan sama dengan Marginal Cost (MC) maka akan terjadi kerugian pada daerah yang diarsir. Dalam gambar juga terdapat beban biaya tetap (fixed cost), meskipun perusahaan dalam keadaan rugi, sehingga perusahaan tidak memperoleh pendapatan (revenue) sama sekali (not earn zero economic profit). Maka apabila perusahaan tutup, maka akan merugi sebesar “fixed cost”, tetapi selama harga masih diatas Variabel Cost (VC) pada saat memproduksi Q, maka perusahaan masih bisa menutupi biaya variabel dalam memproduksi output per unit. Jadi berarti lebih baik perusahaan tetap dijalankan saja, asalkan masih bisa menutupi biaya per unit. Dari pada kalau ditutup harus membayar kerugian akibat fixed cost (FC) yang tentunya lebih besar.



Kemudian keputusan untuk menutup perusahaan. Apabila harga (P) berada dibawah Average Variable Cost (AVC). Maka jika perusahaan memproduksi Q, dimana output perusahaan sama dengan Marginal Cost (MC) dlam kondisi dimana marginal cost sedang naik, perusahaan akan dibebani kerugian dua kali daerah yang diarsir pada gambar 1. Atau dengan kata lain dalam hal pasar persaingan sempurna, perusahaan harus memproduksi kalau marginal cost (MC) sedang naik. Dimana pada kondisi ini P = MC, syaratnya bila P ≥ AVC. Jika P < AVC, perusahaan jangan dituutup dengan maksud untuk mengurangi kerugian.