Jumat, 27 Januari 2012

Analisis Jurnal


JUDUL PENELITIAN

ANALISIA ELASTISITAS PERMINTAAN INPUT DAN ELASTISITAS PENAWARAN OUTPUT BAWANG MERAH DITINJAU DARI FUNGSI PRODUKSI DI DESA SRIGADIG

PENGARANG

NUR RAHMAWATI DAN ENI INSTIYANTI

TEMA/TOPIK PENELITIAN

TINGKAT ELATISITAS PERMINTAAN DAN PENAWARAN BAWANG MERAH DI INDONESIA

LATAR BELAKANG PENELITIAAN

Memasuki Pembangunan Jangka Panjang Tahap Kedua (PJPT II), sektor Pertanian masih menjadi perhatian di samping sektor Industri. Pertanian yang tangguh akan dapat mendukung sektor industri. Dalam sektor pertanian pemerintah telah menetapkan pengembangan berdasarkan skala prioritas. Prioritas pertama ditujukan pada pengembangan tanaman hortikultura yang selama ini diimpor dari luar negeri, seperti bawang merah. Adapun masalah yang banyak dihadapi petani bawang merah yaitu fluktuasi harga. Fluktuasi harga disebabkan oleh adanya ketidak-seimbangan antara permintaan dan penawaran juga dipengaruhi oleh jumlah dan harga faktor produksi (input) yang digunakan. Oleh karena itu petani perlu mengetahui harga bawang merah, harga faktor produksi dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahannya.
Riset Terdahulu
Faktor produksi dalam suatu proses pertanian dibedakan menjadi faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Hubungan fisik antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) digambarkan dalam bentuk fungsi produksi:

Y = f(x)

di mana Y : produksi (output)
x : faktor produksi (input)
Fungsi produksi mempunyai sifat dualitas dengan fungsi biaya, sehingga dari fungsi produksi dapat mencerminkan fungsi biaya atau fungsi biaya merupakan fungsi invers dari fungsi produksi. Secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:

Fungsi produksi : Y = f(x)

Fungsi biaya : X = v. f^-1(Y)

Dengan diketahui fungsi biaya total dapat diturunkan fungsi biaya marginal yang tidak lain adalah penawaran output. Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:

π = TR - TC

Syarat keuntungan maksimal adalah turunan pertama dari fungsi keuntungan terhadap output = 0 atau dπ/dy = 0, sehingga akan diperoleh MC=MR=p (harga output)

HIPOTESIS PENELITIAN

·         Diduga penggunaan faktor produksi bawang merah belum efisien.
·         Diduga permintaan input akibat adanya perubahan harga output bersifat elastis.
·         Diduga penawaran output akibat adanya perubahan harga input bersifat tidak elastis.

TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui tingkat permintaan input dan penawaran output yang diakibatkan oleh perubahan harga.

METODOLOGI PENELITIAN

Penelitian dilakukan di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul dengan sampel petani sejumlah 60 orang dengan menggunakan model analisis fungsi produksi Cobb-Douglas, yaitu suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua variabel atau lebih, variabel yang satu disebut variabel independent (Y) dan yang lain disebutvariabel dependent (X) untuk mewakili hubungan output untuk input. Dalam hal ini untuk mengetahui pengaruh penggunaan fktr produksi menggunakan fungsi :

 Sedangkan elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output dapat dirumuskan dengan :
 Elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input dapat dirumuskan dengan :

Sumber & Teknik Pengambilan Data

Sumber Data
Data primer bersumber dari hasil penelitian pada petani di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul yang dijadikan sampel dalam penelitian ini.

Teknik pengumpulan data
-   Observasi
-   Dokumentasi
-   Wawancara

HASIL DAN ANALISIS PENELITIAN

Hasil analisis menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi bawang merah adalah lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga  pada tingkat signifikansi sebesar 10 persen. Sedangkan faktor produksi bibit, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCI, pupuk ZA, insektisida, fungisida, dan tenaga kerja luar keluarga, mempunyai kecenderungan dalam mempengaruhi produksi bawang merah yaitu bisa meningkatkan ataupun menurunkan produksi bawang merah. Koefisien determinasi sebesar 87,27 persen. Ini berarti keragaman produksi bawang merah dapat dijelaskan oleh kesebelas perubah (faktor produksi) tersebut. Sedangkan 12,73 persen dijelaskan oleh faktor lain yang tidak diikutsertakan.

 Elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output sebesar 78,128 (elastis) artinya setiap ada kenaikan harga bawang merah sebesar 1% maka permintaan terhadap input naik sebesar 78,218 persen ceteris paribus. Sedangkan elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input sebesar -77,125 (tidak elastis) artinya setiap ada kenaikan harga input (faktor produksi) sebesar 1 persen maka penawaran bawang merah akan turun sebesar 77,125 persen ceteris paribus.

Nilai elastisitas permintaan input maupun elastisitas penawaran output tersebut ternyata terlalu besar. Hal ini dikarenakan perhitungan elastisitas tersebut merupakan turunan dari fungsi produksi tidak secara empirik. Sehingga kesalahan dalam menentukan parameter pada fungsi produksi akan berpengaruh terhadap perhitungan elastisitas permintaan maupun penawaran. Keadaan sangat berkaitan dalam penelitian ini, yang mana penggunaan faktor produksinya tidak efisien. Dengan penggunaan input yang tidak efisien, apabila ada perubahan harga input (faktor produksi) maupun harga output (bawang merah) maka petani akan merubah penggunaan faktor produksi dalam jumlah yang cukup besar.

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Terbatas pada penelitian yang dilakukan di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, maka dapat disimpulkan bahwa penggunaan faktor produksi lahan, perekat, dan tenaga kerja luar keluarga pada usaha tani bawang merah belum dilakukan secara efisien.sedangkan elastisitas permintaan input akibat adanya perubahan harga output sebesar 78,128 (elastis). Dan elastisitas penawaran output akibat adanya perubahan harga input sebesar -77,125 (tidak elastis).adpun upaya yang harusdilakukan seperti mengaktifkan kegiatan penyuluhan, supaya produksi bawang merah dapat seoptimal mungkin. Dengan demikian,  penggunaan faktor produksi bawang merah bisa lebih efisien dan nilai elastisitas permintaan input maupun elastisitas penawaran output tidak terlalu besar.



Price and Quantity

Tugas Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro


  Tugas Teori Ekonomi 2 - Bapak Dr. Prihantoro


Dalam ilmu ekonomi, harga keseimbangan atau harga ekuilibrium adalah harga yang terbentuk pada titik pertemuan kurva permintaan dan kurva penawaran. Terbentuknya harga dan kuantitas keseimbangan di pasar merupakan hasil kesepakatan antara pembeli (konsumen) dan penjual (produsen) di mana kuantitas yang diminta dan yang ditawarkan sama besarnya. Jika keseimbangan ini telah tercapai, biasanya titik keseimbangan ini akan bertahan lama dan menjadi patokan pihak pembeli dan pihak penjual dalam menentukan harga.
Dalam hal ini, saya hanya melihat dari segi demand nya saja. Seperti diketahui, demand atau permintaan dapat diartikan sebagai  hubungan terbalik antara harga dan kuantitas barang yang diminta. Kuantitas barang yang diminta adalah jumlah barang yang diinginkan dan mampu dibeli dengan harga yang diberikan.
Kita bisa mendeskripsi hubungan berbalik antara harga dan kuantitas barang yang diminta dengan tabel berikut :

Dari tabel di atas menggambarkan bahwa semakin tinggi harga telur per kilogram, semakin rendah jumlah  telur yang di minta pasar per bulannya.

Dari grafik kurva permintaan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa bentuk kurva permintaan pada umumnya memiliki kemiringan (slope) yang negatif atau bergerak dari kiri atas ke kanan bawah. Bentuk kurva semacam inimempunyai makna bahwa semakin tinggi harga suatu barang maka semakinsedikit permintaan akan barang tersebut, demikian juga sebaliknya semakinrendah harga suatu barang maka semakin tinggi permintaan akan barangtersebut. Hal ini terjadi karena pada harga yang tinggi banyak pembeli yang sebenarnya berminat membeli barang tersebut menjadi tidak mampu membeli sehingga permintaan terhadap barang tersebut menjadi berkurang/ sedikit. Sebaliknya pada harga yang rendah, pembeli yang sebelumnya tidak mampu membeli, menjadi mampu membeli sehingga pada harga yangrendah permintaan terhadap barang cenderung banyak atau mengalamikenaikan.Dari grafik di atas juga menunjukkan bahwa permintaan-permintaanindividu yang ada di pasar jika dijumlahkan secara horizontal (hanya padasumbu kuantitas = Q) akan menjadi kurva permintaan pasar. Jadi kurva permintaan pasar sebenarnya hanya merupakan penggabungan secarahorizontal dari kurva-kurva permintaan individual yang ada di pasar.
Perubahan jumlah barang yang diminta menunjukkan berubahnya jumlah barang yang diminta karena adanya perubahan harga barang itu sendiri.
Dalam perubahan jumlahbarang yang diminta maka faktor-faktor lain yang bisa membuat kurva Demand beralih, yaitu Selera atau keinginan konsumen, Harga barang lain, barang substitusi ,barang pelengkap, pendapatan konsumen, jangkaan pada harga dan pendapatan masa depan
Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dari grafik berikut :

Dari grafik di atas dapat dijelaskan bahwa perubahan jumlah barang yang diminta dari OQ ke OQ1 atau pergeseran dari titik A ketitik B terjadi karena berubahnya harga (penurunan harga) dari OP ke OP1.Jadi pada perubahan jumlah barang yang diminta dapat ditandaiadanya pergeseran dari titik A ke titik B, dimana pergeseran terjadikarena adanya penurunan harga dan pergeseran itu terjadi disepanjangkurva atau masih pada kurva yang sama.

Referensi :
http://noverizal.blogspot.com/2011/04/penentuan-harga-keseimbangan_26.html
http://www.scribd.com/doc/33807730/9/Pengertian-Harga-dan-Jumlah-Keseimbangan

Jumat, 20 Januari 2012

Visual Basic 6.0

Microoft Visual Basic (VB) merupakan suatu bahas pemrograman yang menawarkan Integrated Development Environtment (IDE) visual untuk membuat program perangkat lunak berbasis sisem operasi Microsoft Windows dengan menggunakan model pemrograman (COM).



Langkah-langkah dalam menjalankan visual basic 6.0 adalah :
·        Klik menu Start pada Windows.
·        Pilih menu Programs>…> Microsoft Visual Studio 6.0 > Microsoft Visual  Basic 6.0.
·      Kemudian akan muncul kotak dialog seperti gambar di bawah ini, lalu pilih Standar EXE dan klik Open.

elemen-elemen yang ada pada Visual Basic 6.0!

TITLE BAR  Merupakan batang judul yang terletak pada bagian atas jendela program visual basic yang berfungsi untuk menunjukkan nama proyek yang sedang aktif.

MENU BAR  Merupakan batang menu yang berisi menu-menu utama seperti File, edit, view, project dan lain-lain yang berfungsi untuk mengoperasikan program visual basic 6.0

TOOLBAR  untuk mengakses berbagai fungsi yang ada dalam main menu secara lebih cepat dan lebih mudah.

TOOLBOX  Merupakan kotak perangkat yang terdiri atas  beberapa class objek yang digunakan dalam proses pembuatan aplikasi.

PROJECT  EXPLORER Merupakan jendela yang digunakan untuk menampilkan proyek-proyek, form-form, atau modul-modul yang terlibat dalam proses pembuatan aplikasi.

FORM Marupakan tempat yang digunakan unutuk merancang aplikasi yang sedang dibuat . Didalam form anda dapat merancang sebuah program aplikasi dengan menempatkan control-kontrol yang ada di bagian TOOLBOX.

JENDELA CODE Merupakan jendela yang digunakan untuk menampilkan atau menuliskan kode program. Jendela Code ini terbagi atas dua elemen yaitu Object Box yang berisi nama objek yang akan dipilih (contohnya : Form), dan  Procedure List Box yang menampilkan seluruh prosedur untuk suatu objek (contohnya : Click)

JENDELA PROPERTIES Merupakan jendela yang digunakan untuk menampilkan dan mengubah properti-properti yang dimiliki sebuah obyek . Pada jendela properties terdapat dua pilihan tabulasi, yaitu alphabetic (urut berdasarkan abjad) dan catagorized (urut berdasarkan kelompok).



Perbatasan Wilayah Indonesia dengan negara-negara tetangga


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan letak geografis 6°LU - 11°08'LS dan dari 95°'BT - 141°45'BT dan garis pantai sebesar 81.900 km Indonesia memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara tetangga baik perbatasan darat maupun perbatasan laut. Batas darat (kontinen) wilayah Indonesia berbatasan langsung dengan Malaysia, Papua Nugini dan Timor Leste, sedangkan batas laut (maritim) negara Indonesia berbatasan langsung dengan India, Thailand, Malaysia, Singapura, Vietnam, Filipina, Republik Palau, Papua Nugini, Australia dan Timor Leste. Wilayah perbatasan laut pada umumnya berupa pulau-pulau terluar yang jumlahnya 92 pulau dan termasuk pulau-pulau kecil.
Batas wilayah negara Indonesia dengan negara yang bersangkutan baik itu batasan darat maupun batasan laut banyak mengalami kontroversi. Perbatasan yang terdapat didaratan suatu wilayah biasanya ditandai dengan titik atau patok yang sudah menjadi kesepakatan bersama antara pemerintah negara-negara yang memiliki batas satu daratan dengan bukti kesepakatan yang ditandatangani bersama dibawah naungan Dewan Keamanan PBB yang menangani tentang perbatasan suatu batas negara berdaulat. Selain ditandai dengan titik atau patok, perbatasan batas wilayah negara berdaulat bisa juga ditandai dengan bentangan memanjang bangunan berbentuk pagar batas yang tentunya berdasarkan kesepakatan bersama pula.
Sementara itu yang masih sangat sulit untuk ditandai dan dibuktikan dengan tanda yang akurat adalah soal tanda batas perbatasan wilayah yang memisahkan satu negara dengan negara lain yang berhubungan dengan perbatasan maritim. Disinilah yang sering kali terjadi konflik antar negara.

Dari beberapa batas wilayah negara indonesia dengan negara tetangga dapat di ulas di bawah ini :

Indonesia-Malaysia

Pelanggaran perbatasan nagara Indonesia dengan negara tetangganya sering banyak dilanggar oleh Malaysia. Ini terbukti dengan adanya pelanggaran perbatasan wilayah negara yang masih terus dilakukan oleh negara tetangga. Malaysia lah yang paling sering melakukan pelanggaran batas wilayah RI.
Untuk pelanggaran wilayah perbatasan perairan Indonesia, di perairan Kalimantan Timur dan seputar Laut Sulawesi telah terjadi pelanggaran oleh kapal perang Malaysia dan kapal polisi maritim Malaysia. Penentuan batas laut Indonesia-Malaysia di beberapa bagian wilayah perairan Selat Malaka masih belum disepakati ke dua negara. Ketidakjelasan batas maritim tersebut sering menimbulkan konflik di lapangan antara petugas lapangan dan nelayan Indonesia dengan pihak Malaysia. Karena sering tejadinya konflik, Indonesia-Malaysia membuat perjanjian penetapan garis batas laut wilayah di Kuala Lumpur pada tanggal 17 Maret 1970 yang di sahkan UU No. 2 Tahun 1971 (10-03-1971) yang berisi “Treaty between the Republic of Indonesia and Malaysia Relating the Delimitation of the Territorial Seas of the Two Countries in the Straits of Malaca (Perjanjian antara Republik Indonesia dan Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Laut Wilayah Kedua Negara di Selat Malaka)”.

Sementara untuk pelanggaran wilayah darat, diantaranya berupa pemindahan titik-titik batas wilayah di Kalimantan Barat. Pemindahan patok batas terjadi di Sektro Tengah, Utara Gunung Mumbau, Taman Nasional Betung Kerihun, Kecamatan Putu Sibau, serta Kabupaten Kapuas Hulu. Selain itu, pelanggaran wilayah perbatasan darat juga dilakukan oleh para pelintas batas yang tidak memiliki dokumen yang sah. Permasalahan lain antar kedua negara ini adalah masalah pelintas batas, penebangan kayu ilegal, dan penyelundupan. Penetapan garis batas darat kedua negara di Selat Malaka dan laut Cina Selatan ditandatangai tanggal 27 oktober 1969 yang diratifikasi melalui Keppres No.89 tahun 1969 tanggal 5 November 1969/ LN No.54 dengan nama perjanjian Agreement between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of Malaysia Relating to the Delimitation of the Continental Shelves between the Two Countries. (Persetujuan antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen antara Kedua Negara).

Indonesia-Singapura

Perbatasan wilayah antara Indonesia dan Singapura terjadi pada perbatasan laut bagian batas laut wilayah Timur antara Batam dan Changi, serta Bintan dan South Ledge/Middle Rock/Pedra Branca.
Permasalahan yang terjadi karena Singapura melakukan perbaikan pantai di wilayahnya. Sehingga terjadi perubahan garis pantai ke arah perairan Indonesia yang cukup besar. Bahkan Singapura telah menggabungkan beberapa pulaunya menjadi daratan yang luas. Untuk itu batas wilayah perairan Indonesia – Singapura yang belum ditetapkan harus segera diselesaikan, karena bisa mengakibatkan masalah di masa mendatang. Singapura akan mengklaim batas lautnya berdasarkan Garis Pangkal terbaru, dengan alasan Garis Pangkal lama sudah tidak dapat diidentifikasi.

Namun dengan melalui perundingan yang menguras energi kedua negara, akhirnya menyepakati perjanjian batas laut kedua negara yang diratifikasi langsung oleh Menteri Luar Negeri Indonesia Marty M Natalegawa dengan Menteri Luar Negeri Singapura George Yeo, di Singapura hari Senin 30 Agustus 2010 yang merupakan kelanjutan dari perjanjian batas wilayah laut yang sebelumnya telah disetujui oleh kedua negara sebelumnya pada 25 Mei 1973 dalam UU RI No. 7 tahun 1973 tentang perjanjian antara RI dan laut wilayah kedua negara di Selat Singapura. Batas laut yang ditentukan adalah Pulau Nipa dan Pulau Tuas, sepanjang 12,1 kilometer. Perundingan ini telah berlangsung sejak tahun 2005, dan kedua tim telah berunding selama delapan kali. Dengan demikian permasalahan berbatasan laut Indonesia dan Singapura pada titik tersebut tidak lagi menjadi polemik yang bisa menimbulkan konflik, namun demikian masih ada beberapa titik perbatasan yang belum disepakati dan masih terbuka peluang terjadinya konflik kedua negara.

Indonesia-Thailand

Ditinjau dari segi geografis, kemungkinan timbulnya masalah perbatasan antara RI dengan Thailand tidak begitu kompleks, karena jarak antara ujung pulau Sumatera dengan Thailand sangat jauh, RI-Thailand sudah memiliki perjanjian landas kontinen yang terletak di dua titik koordinat tertentu di kawasan perairan Selat Malaka bagian utara dan Laut Andaman di Bangkok pada 17 desember 1971 yang di sahkan  Keppres No: 21 Tahun 1972 dengan nama “Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand Relating to the Delimitation of a Continental Shelf Boundary Between the Two Countries in the Northern Part of the Straits of Malacca and in the Andaman Sea. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara Dibagian Utara Selat Malaka dan Di Laut Andaman)”.

Permasalahan yang terjadi karena penangkapan ikan oleh nelayan Thailand yang mencapai wilayah perairan Indonesia. Di samping itu, penangkapan ikan oleh nelayan asing di laut Andaman merupakan masalah sosio-ekonomi karena keberadaan masyarakat pantai Indonesia. Adapun perjanjian penetapan garis batas dasar laut antara kedua negara di laut Andaman yang diratifikasi melalui Keppres No.1 tanggal 31 Januari 1977 LN No.3 dan ditandatangani di Jakarta, 11 Desember 1975 dengan nama Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Kingdom of Thailand Relating to the Delimitation of the Sea-Bed Boundary Between the Two Countries in the Andaman Sea. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand Tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara Kedua Negara Di Laut Andaman).

Indonesia-Filipina

Meskipun hubungan Indonesia-Filipina dibilang baik, tapi masih ada perosoalan batas negara yang masih belum diselesaikan seperti pnegukuran batas wilayah berdasarkan Zone Ekonomi Ekslusif (ZEE). Untuk soal ini Indonesai sudah dua kali melakukan pertemuan dengan Filipina.

Berdasarkan dokumen perjanjian batas-batas maritim Indonesia dan Filipina sudah beberapa kali melakukan perundingan, khususnya mengenai garis batas maritim di laut Sulawesi dan sebelah selatan Mindanao (sejak 1973). Namun sampai sekarang belum ada kesepakatan karena salah satu pulau milik Indonesia (Pulau Miangas) yang terletak dekat Filipina, diklaim miliknya. Hanya saja mengadakan pertemuan Antar Pejabat Senior Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim Antara Indonesia dan Filipina Record of Discussions the First Senior Officials Meeting on the Delimitation of the Maritime Boundary Between Indonesia and the Philippines, Manado, 23 - 25 June 1994. (Catatan Hasil Perbincangan pada Pertemuan Pertama Antar Pejabat Senior Mengenai Penetapan Batas-Batas Maritim Antara Indonesia dan Filipina, Manado, 23 - 25 Juni 1994). Hal itu didasarkan atas ketentuan konstitusi Filipina yang masih mengacu pada treaty of paris 1898. Sementara Indonesia berpegang pada wawasan nusantara (the archipelagic principles) sesuai dengan ketentuan Konvensi PBB tentang hukum laut (UNCLOS 1982).

Indonesia-Australia

Perjanjian Indonesia dengan Australia mengenai garis batas yang terletak antara perbatasan Indonesia-Papua New Guinea ditandatangani di Jakarta, pada 12 Februari 1973. Kemudian disahkan dalam UU No 6 tahun 1973, tepatnya pada 8 Desember 1973.

Adapun persetujuan antara Indonesia dengan Australia tentang penetapan batas-batas Dasar Laut, ditanda tangani paada 7 Nopember 1974. Pertama, isinya menetapkan lima daerah operasional nelayan tradisional Indonesia di zona perikanan Australia, yaitu Ashmore reef (Pulau Pasir); Cartier Reef (Pulau Ban); Scott Reef (Pulau Datu); Saringapatan Reef, dan Browse.

Kedua, nelayan tradisional Indonesia di perkenankan mengambil air tawar di East Islet dan Middle Islet, bagian dari Pulau Pasir (Ashmore Reef). Ketiga, nelayan Indonesia dilarang melakukan penangkapan ikan dan merusak lingkungan di luar kelima pulau tersebut.
Sementara persetujuan Indonesia dengan Australia, tentang pengaturan Administrative perbatasan antara Indonesia-Papua New Gunea ditanda tangani di Port Moresby, pada 13 November 1973. Hal tersebut telah disahkan melalui Keppres No. 27 tahun 1974, dan mulai diberlakukan pada 29 April 1974. Atas perkembangan baru di atas, kedua negara sepakat untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan MOU 1974.
Kemudian perjanjian perbatasan RI-Australia yang meliputi perjanjian batas landas kontinen dan batas Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) mengacu pada Perjanjian RI-Australia yang ditandatangani pada tanggal 14 Maret 1997. Penentuan batas yang baru RI-Australia, di sekitar wilayah Celah Timor perlu dibicarakan secara trilateral bersama Timor Leste.

Indonesia-India

Permasalahan batas maritim antara Indonesia dan India yang masih harus dirundingkan adalah penetapan garis batas ZEE. Waktu penyelenggaraan perundingan masih perlu disepakati bersama. Pemri telah menyampaikan usulan perundingan dengan India pada bulan Oktober 2010.

Perbatasan kedua negara terletak antara pulau Rondo di Aceh dan pulau  Nicobar di India. Batas maritim dengan landas kontinen yang terletak pada titik-titik koordinat tertentu di kawasan perairan Samudera Hindia dan Laut Andaman, sudah disepakati oleh kedua negara. Namun permasalahan di antara kedua negara masih timbul karena sering terjadi pelanggaran wilayah oleh kedua belah pihak, terutama yang dilakukan para nelayan.

Perjanjian tersebut diratifikasi melalui Keppres No.51 tahun 1974 tanggal 25 September 1974 LN No.47 dan di tandatangani di Jakarta, 8 agustus 1974 dengan nama Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of India Relating to the Delimitation of the Continental Shelf Boundary Between the Two Countries. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India Tentang Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara).

Garis batas landas kontinen Indonesia dan India adalah garis lurus yang ditarik dari titik pertemuan menuju arah barat daya yang berada di Laut Andaman. Hal itu berdasarkan persetujuan pada 14 Januari 1977 di New Delhi, tentang perjanjian Agreement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of India on the Extension of the 1974 Continental Shelf Boundary Between the Two Countries in the Andaman Sea and the Indian Ocean. (Persetujuan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India Tentang Perpanjangan Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974 Antara Kedua Negara di Laut Andaman dan Samudera Hindia). Namun, pada beberapa wilayah batas laut kedua negara masih belum ada kesepakatan.

Indonesia-Vietnam

Wilayah perbatasan antara Pulau Sekatung di Kepulauan Natuna dan Pulau Condore di Vietnam yang berjarak tidak lebih dari 245 mil, memiliki kontur landas kontinen tanpa batas benua, masih menimbulkan perbedaan pemahaman di antara ke dua negara. Persetujuan batas landas kontinen di tandatangani pada 26 Maret 2003 di Hanoi tetapi belum berlaku karena masih belum di sahkan. Pada saat ini kedua belah pihak sedang melanjutkan perundingan guna menentukan batas landas kontinen di kawasan tersebut.

Sebelumnya, pada 1977 Vietnam menyatakan memiliki ZEE seluas 200 mil laut, diukur dari garis pangkal lurus yang digunakan untuk mengukur lebar Laut Wilayah. Hal ini tidak sejalan dengan konvensi hukum laut 1982, karena Vietnam berusaha memasukkan pulau-pulau yang jaraknya sangat jauh dari titik pangkal. Kondisi tersebut menimbulkan polemik dengan ZEE Indonesia di sebelah utara Pulau Natuna. Perundingan pertama ke dua negara telah diselenggarakan pada 17-18 Mei 2010 di Hanoi.

Indonesia-Papua Nugini

Indonesia dan Papua Nugini telah menyepakati batas-batas wilayah darat dan maritim. Meskipun demikian, ada beberapa kendala kultur yang dapat menyebabkan timbulnya salah pengertian. Persamaan budaya dan ikatan kekeluargaan antar penduduk yang terdapat di kedua sisi perbatasan, menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional dapat berkembang menjadi masalah kompleks di kemudian hari.

Indonesia-Timor Leste

Saat ini sejumlah masyarakat Timor Leste yang berada diperbatasan masih menggunakan mata uang rupiah,  bahasa Indonesia,  serta berinteraksi secara  sosial dan budaya dengan masyarakat Indonesia.  Persamaan  budaya dan ikatan   kekeluargaan antarwarga desa yang terdapat di kedua sisi perbatasan,  dapat menyebabkan klaim terhadap hak-hak tradisional,  dapat berkembang menjadi masalah yang lebih kompleks.  Disamping itu,  keberadaan pengungsi Timor Leste yang masih berada di wilayah Indonesia dalam jumlah yang cukup besar potensial menjadi permasalahan  perbatasan di kemudian hari.

Berdirinya negara Timor Leste sebagai negara merdeka, menyebabkan terbentuknya perbatasan baru antara Indonesia dengan negara tersebut. Perundingan penentuan batas darat dan laut antara RI dan Timor Leste telah dilakukan dan masih berlangsung sampai sekarang.

Perjanjian dengan nama Arrangement Between the Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Democratic Republic of Timor- Leste on Traditional Border Crossings and Regulated Markets. (Pengaturan Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik Demokratik Timor Timur Mengenai Pelintas Batas Tradisional dan Pengaturan Pasar-Pasar) ditandatangani pada 11 juni 2003 di Jakarta. Pada tahap ini disepakati penentuan batas darat berupa deliniasi dan demarkasi, yang dilanjutkan dengan perundingan penentuan batas maritim. Kemudian perundingan Joint Border Committee kedua diselenggarakan di Dilli, pada Juli 2003.


Referensi :